Bisnis.com, JAKARTA — PT Kokoh Exa Nusantara Tbk. (KOCI) dan PT Sumber Sinergi Makmur Tbk. (IOTF) akan resmi melantai di Bursa pada hari ini, Jumat (6/10/2023). Kedua calon emiten tersebut akan menjadi perusahaan tercatat ke-67 dan ke-68 di BEI sepanjang 2023, sekaligus menandai pecahnya rekor pencatatan (IPO) terbanyak sepanjang masa, yakni 66 perusahaan pada tahun 1990.
Direktur Penilaian Perusahaan BEI I Gede Nyoman Yetna mengatakan, hingga 29 September 2023 telah tercatat 66 emiten yang melantai di BEI dengan dana yang dihimpun sebesar Rp49,4 triliun.
Dengan melantainya KOCI dan IOTF di Bursa pada hari ini, maka BEI secara resmi telah melampaui rekor pencatatan terbanyak yang telah bertahan lebih dari 30 tahun.
"Dengan demikian jumlah tersebut telah melampaui pencapaian jumlah listing perusahaan terbanyak sepanjang sejarah BEI pada tahun 1990, yaitu 66 perusahaan," ujar Nyoman beberapa waktu yang lalu.
Berdasarkan data pipeline BEI, terdapat 28 calon emiten yang masih antre untuk IPO hingga akhir tahun ini. Sebanyak 9 calon emiten di antaranya memiliki aset jumbo di atas Rp250 miliar.
Selanjutnya, calon emiten dengan aset skala menengah antara Rp50 miliar hingga Rp250 miliar mendominasi dengan jumlah 17 perusahaan. Kemudian diikuti 2 perusahaan skala kecil dengan aset di bawah Rp50 miliar.
Baca Juga
Artinya, dengan antrean tersebut, pencatatan emiten baru pada 2023 berpotensi mencapai 94 perusahaan tercatat jika 28 perusahaan tersebut melakukan IPO tahun ini.
Ditinjau berdasarkan sektornya, perusahaan dari sektor consumer non-cyclicals mendominasi dengan total 5 perusahaan. Disusul perusahaan dari sektor basic materials, energi, dan teknologi masing-masing sebanyak 4 perusahaan.
Kemudian ada sektor consumer cyclicals dan infrastruktur masing-masing sebanyak 3 perusahaan. Diikuti sektor industrial sebanyak 2 perusahaan.
Adapun, calon emiten sektor transportasi dan logistik, healthcare, serta properti dan real estat yang masuk antrean IPO masing-masing sejumlah 1 perusahaan.
IPO PT Kokoh Exa Nusantara Tbk. (KOCI)
PT Kokoh Exa Nusantara berencana melepas sebanyak-banyaknya 450 juta saham baru dengan nilai nominal Rp10 per saham. Jumlah tersebut setara dengan 10,19 persen dari modal ditempatkan dan disetor penuh perseroan setelah penawaran umum perdana.
Adapun Kokoh Exa Nusantara, emiten berkode saham KOCI tersebut telah mematok harga initial public offering (IPO) Rp120 per saham sehingga perseroan meraup dana segar Rp54 miliar.
Perusahaan asal Madura, Jawa Timur ini berencana menggunakan 64,51 persen dana hasil IPO untuk belanja modal, yakni pelunasan pembelian tanah seluas 25,53 hektare. Lahan tersebut seluruhnya berlokasi di Kabupaten Bangkalan, yang akan digunakan untuk pengembangan kawasan perumahan.
Kemudian, sisa dana sebanyak 35,49 persen bakal digunakan untuk kebutuhan operational expenses (OPEX) dalam rangka mendukung perseroan dalam menjalankan kegiatan usahanya diantaranya namun tidak terbatas pada biaya pengerjaan cut and fill, pembelian bahan material bangunan, serta untuk biaya operasional lainnya.
Seiring dengan penawaran saham baru, KOCI juga akan menerbitkan Waran Seri I sebanyak-banyaknya 450 juta atau 11,35 persen dari total jumlah saham ditempatkan dan disetor penuh pada saat pernyataan pendaftaran dalam rangka IPO.
KOCI menetapkan harga pelaksanaan waran tersebut sebesar Rp135 per lembar yang dapat dikonversi menjadi saham dalam kurun waktu 12 bulan sejak tanggal waran seri I diterbitkan sampai dengan 1 hari kerja sebelum ulang tahun ke-3 pencatatan waran, yaitu pada periode 07 Oktober 2024 hingga 05 Oktober 2026.
Dengan demikian, emiten yang bergerak pada sektor properti & real estat tersebut mengincar dana segar dari hasil penerbitan waran sebanyak-banyaknya adalah Rp60,75 miliar.
KOCI juga mengadakan program Employee Stock Allocation (ESA) dengan jumlah mencapai 2,30 juta saham biasa atas nama, atau sebesar 0,05 persen dari saham yang ditawarkan pada saat IPO untuk program ESA saham kepada karyawan.
Hingga akhir Maret 2023, KOCI tercatat membukukan pendapatan bersih senilai Rp18,29 miliar atau lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya, yakni Rp11,70 miliar.
Sementara itu, beban pokok pendapatan perusahaan meningkat dari posisi Rp5,44 miliar menjadi Rp11,04 miliar per kuartal I/2023. Alhasil, KOCI membukukan laba kotor sebesar Rp7,24 miliar atau meningkat dibandingkan akhir Maret 2022 yakni Rp6,26 miliar.
Setelah diakumulasikan dengan berbagai pendapatan dan beban lainnya, KOCI mencatatkan laba tahun berjalan sebesar Rp4,27 miliar per Maret 2023. Jumlah ini menurun dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya, Rp4,65 miliar.
Di sisi lain, total aset perusahaan per 31 Maret 2023 mencapai Rp77,79 miliar, diikuti dengan jumlah liabilitas sebesar Rp25,42 miliar, dan ekuitas senilai Rp52,36 miliar.
PT Exa Nusa Persada merupakan pemegang saham mayoritas KOCI sebelum IPO dengan persentase kepemilikan sebesar 55,57 persen. Kemudian PT Kokoh Anugerah Nusantara mengempit 33,34 persen saham, Isack Utomo 5,53 persen, Hokky Handojo sebesar 3,47 persen, dan Pieter Hadi Soetardji sebesar 2,09 persen.
IPO PT Sumber Sinergi Makmur Tbk. (IOTF)
Adapun, PT Sumber Sinergi Makmur Tbk. (IOTF) atau Fox Logger berencana menawarkan sebanyak 1,10 miliar saham atau 20,83 persen dari modal ditempatkan dan disetor penuh perseroan setelah penawaran umum perdana.
Adapun Sumber Sinergi Makmur, emiten berkode saham IOTF tersebut telah mematok harga initial public offering (IPO) Rp100 per saham sehingga perseroan meraup dana segar Rp110 miliar.
Seluruh dana IPO perseroan akan digunakan untuk pembelian persediaan barang dagangan berupa perangkat GPS tracker GT06N sebanyak 150.000 unit, ET200 sebanyak 120.000 unit, OBD 80.000 unit, X3 sekitar 22.500 unit, WETRACKLITE 22.500 unit, dan model GPS Tracker lainnya serta perangkat pendukung seperti soket, kabel ties, Nitto, dan lain-lain.
Guna menarik minat calon investor, IOTF juga akan menerbitkan Waran Seri I sebanyak-banyaknya 1,1 miliar atau 26,32 persen dari total jumlah saham ditempatkan dan disetor penuh pada saat pernyataan pendaftaran dalam rangka IPO.
IOTF menetapkan harga pelaksanaan waran sebesar Rp130 per lembar yang dapat dikonversi menjadi saham dalam kurun waktu 6 bulan, yaitu pada periode 8 April 2024 hingga 4 Oktober 2024.
Dengan demikian, calon emiten ke-68 di BEI tersebut mengincar dana segar dari hasil penerbitan waran sebanyak-banyaknya adalah Rp143 miliar.
Sebagai informasi, Sumber Sinergi Makmur membukukan laba bersih sebesar Rp560,95 juta per kuartal I/2023 atau turun dari periode yang sama tahun lalu sebesar Rp565,82 juta.
Adapun, penjualan IOTF tercatat Rp16,12 miliar, tumbuh 39,55 persen dari posisi yang sama di 2022 sebesar Rp11,55 miliar.
Alamsyah yang menjabat sebagai Direktur Utama perseroan merupakan pemegang saham mayoritas IOTF sebelum IPO dengan persentase kepemilikan sebesar 37,50 persen. Kemudian Darren Suciono selaku Komisaris Utama IOTF mengempit 37,50 persen saham, dan Gracia Puspita Suciono menggenggam sebesar 25 persen saham.
IPO Sebagai Opsi Termurah Perusahaan Raup Pendanaan
Maraknya Aksi pencatatan saham perdana atau IPO di tahun 2023 ini tak lepas dari upaya perusahaan untuk mendapatkan alternatif pendanaan di tengah bayang-bayang ketidakpastian ekonomi global.
Associate Director Pilarmas Investindo Maximilianus Nicodemus menuturkan IPO menjadi opsi murah bagi perusahaan untuk menggalang pendanaan, ketika kondisi dunia masih diliputi tingginya inflasi dan tingkat suku bunga, serta bayang-bayang resesi.
Kendati demikian, Indonesia dinilai masih dapat bertahan bahkan menjadi salah satu negara yang mampu menjaga denyut pemulihan di tengah ketidakpastian ekonomi dunia. Hal ini akhirnya membuat banyak perusahaan mencari jalan alternatif pendanaan.
“Oleh sebab itu, banyak perusahaan yang juga berusaha mencari alternatif pendanaan, meskipun di tengah situasi dan kondisi tidak pasti,” ujarnya kepada Bisnis beberapa waktu lalu.
Apabila dicermati, Nicodemus menyampaikan bahwa saat ini terdapat dua opsi alternatif untuk meraih pendanaan di pasar modal, yakni melalui penerbitan saham dan obligasi.
Jika berbicara obligasi, lanjutnya, erat kaitannya dengan inflasi dan tingkat suku bunga. Ketika tingkat suku bunga tinggi, penerbitan obligasi harus disertai dengan tingginya kupon yang akhirnya membuat cost of fund menjadi mahal.
Begitu pula dengan pinjaman di perbankan. Tingkat suku bunga yang tinggi membuat perusahaan enggan untuk mengajukan pinjaman dana ke perbankan. Alhasil, IPO menjadi salah satu opsi murah bagi perusahaan menggalang dana.
“IPO dipandang salah satu cara yang paling murah untuk mendapatkan pendanaan untuk saat ini. Hal inilah yang membuat penerbitan IPO kian semakin marak,” pungkasnya.