Bisnis.com, JAKARTA – Pasar modal Indonesia mencatat kinerja yang kontras antar sektor ekonomi sepanjang 2025. Hal ini terlihat dari kinerja Indeks Harga Saham Gabungan (JHSG) sudah tumbuh 7,43% year to date (ytd). Meski demikian, pertumbuhan tersebut tidak mencerminkan distribusi kinerja yang merata di seluruh sektor saham.
IDXenergy misalnya, sektor yang diisi perusahaan minyak, gas, batu bara serta layanan pendukungnya itu sepanjang 2024 menjadi sektor dengan pertumbuhan tertinggi mencapai 28,01%, pada 2025 ini hanya tumbuh 12,82% YtD per 11 Agustus 2025. Sebaliknya, IDXTechno yang sepanjang tahun lalu -9,87%, kini memimpin pertumbuhan tertinggi mencapai 120,85% YtD.
Analis Samuel Sekuritas Indonesia, Fithra Faisal Hastiadi dalam risetnya menjabarkan bahwa melalui pendekatan teknikal relative rotation graph (RRG), saham-saham sektor teknologi dan infrastruktur saat ini berada dalam momentum positif.
"Berdasarkan RRG Chart, sektor yang leading terhadap IHSG adalah IDXTech, IDXEnergi, IDXHlth, IDXTrans, IDXInfra dan IDXBasic. Di antara yang leading ini, hanya IDXTech dan IDXInfra yang mengalami momentum positif," tulisnya dalam riset, dikutip Selasa (12/8/2025).
Dalam grafik RRG, saham-saham pada sektor basic materials, transportasi, health dan energi memang masih berada dalam kuadran leading, namun arahnya sudah mulai turun mendekati kuadran weakening. Sedangkan, saham-saham sektor teknologi yang berada dalam kuadran weakening mulai merangsek ke atas mendekati kuadran leading.
Sedangkan sektor-sektor lainnya mengalami lagging dengan momentum positif, kecuali IDXfinance. Sepanjang 2024, emiten keuangan ini mencatat kontraksi 4,51%, sementara per 11 Agustus 2025 tumbuh 1,72% ytd.
Baca Juga
Fithra menjelaskan, Indonesia menutup kuartal II/2025 dengan kinerja ekonomi yang lebih kuat dari perkiraan, di mana PDB kuartal II/2025 tumbuh 5,12%, yang menjadi pertumbuhan tertinggi sejak kuartal II/2023.
Pertumbuhan tersebut didorong lonjakan investasi, konsumsi rumah tangga, dan peningkatan ekspor sebelum penerapan kebijakan tarif AS, meski tekanan global masih membayangi.
Sementara itu, cadangan devisa turun tipis menjadi US$152,0 miliar, namun masih jauh di atas standar kecukupan. Sementara indeks kepercayaan konsumen (IKK) mencapai level tertinggi sejak April, mencapai 118,1 per Juli 2025. Hal ini mencerminkan optimisme terhadap pendapatan dan lapangan kerja ke depan, meski persepsi pendapatan saat ini menurun.
Sentimen lainnya yang terjadi dalam semester I/2025 ini adalah keberhasilan pemerintah menurunkan tarif AS menjadi 19%, kemudian ada perluasan program sosial pemerintah, kemudian ada program inisiatif energi terbarukan dan baterai EV, serta adanya persiapan regulasi kecerdasan buatan (AI) dan penguatan kerja sama pertahanan.
Fithra mengamati, hal tersebut direspons dengan adanya rotasi investor pasar saham ke sektor bahan baku. Sementara pasar obligasi menguat karena yield turun dan rupiah menguat.
"Ke depan, pertumbuhan diperkirakan melandai di kuartal III seiring berlakunya tarif baru AS. Namun, stimulus fiskal, belanja infrastruktur, dan kebijakan moneter yang akomodatif diharapkan mampu menjadi penopang," ujarnya.
Dia menegaskan prospek ekonomi Indonesia tetap positif dengan meningkatnya investasi di sektor energi, pertambangan, dan teknologi digital. Namun, tantangan seperti masalah lingkungan, ketegangan politik, dan perubahan dinamika perdagangan global memerlukan penyesuaian strategi.
"Di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo, fokus akan diarahkan pada perluasan infrastruktur, peningkatan kesejahteraan sosial, dan penguatan kemitraan internasional untuk memastikan pertumbuhan jangka panjang," pungkasnya.
--
Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.