Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Tren IPO Pecah Rekor Tertinggi Sejak 1990, Broker Ungkap Penyebabnya

Shinhan Sekuritas Indonesia menyebut penyebab IPO semakin marak salah satunya yaitu tingginya antusiasme investor saham, dan gencarnya sosialisasi dari BEI.
Karyawati beraktivitas di kantor PT Bursa Efek Indonesia (BEI) pada hari pertama perdagangan saham tahun 2023 di Jakarta, Senin (2/1/2023). Bisnis/Arief Hermawan P
Karyawati beraktivitas di kantor PT Bursa Efek Indonesia (BEI) pada hari pertama perdagangan saham tahun 2023 di Jakarta, Senin (2/1/2023). Bisnis/Arief Hermawan P

Bisnis.com, JAKARTA — Bursa Efek Indonesia (BEI) pada hari ini, Jumat (6/10/2023), memecahkan rekor pencatatan saham perdana (IPO) tertinggi sepanjang sejarah selama 33 tahun terakhir, yakni sebanyak 68 emiten. Jumlah itu melampaui capaian pada 1990 yaitu 66 emiten yang melantai di BEI.

Sebagai pemecah rekor, ada dua emiten yang mencatatkan saham perdana di BEI hari ini, yaitu PT Kokoh Exa Nusantara Tbk. (KOCI) dengan bidang usaha konstruksi dan real estat. Serta, PT Sumber Sinergi Makmur Tbk. (IOTF) dengan bidang usaha distributor dan instalasi perangkat GPS untuk otomotif dan logistik.

BEI dalam keterangan resminya menyebut, total penggalangan dana dari 68 emiten IPO tersebut tembus Rp49,60 triliun. Total jumlah saham yang tercatat di BEI pun bertambah menjadi 892.

Senior Vice President Investment Banking Capital Market Shinhan Sekuritas Indonesia, Bayu Eko Swastono mengatakan, penyebab tren IPO semakin marak salah satunya yaitu tingginya antusiasme investor saham, dan gencarnya sosialisasi dari BEI.

“Menurut saya penyebabnya yaitu antusiasme investor naik dan sosialisme BEI juga sudah cukup bagus, karena sudah ke mana-mana, jadi lebih mendorong perusahaan untuk IPO di pasar modal,” kata Bayu ditemui di Gedung BEI Jumat, (6/10/2023).

Di lain sisi, Presiden Direktur Kiwoom Sekuritas Indonesia Changkun Shin mengatakan, salah satu faktor pendorong ramainya emiten IPO yaitu regulasi BEI yang semakin mempermudah emiten untuk IPO meski terhadap perusahaan yang baru berdiri.

"Sebagai contoh perusahaan yang belum lama berdiri sudah bisa dilakukan proses IPO. Ditambah peluang mendapatkan dana segar dari masyarakat lebih menggiurkan dibandingkan harus pinjam ke perbankan," ujar Shin kepada Bisnis.

Menurut dia opsi penggalangan dana melalui IPO sangat menguntungkan untuk emiten, dibandingkan opsi lain seperti menerbitkan obligasi atau fasilitas kredit bank. Pasalnya, jika meraih pendanaan dari perbankan atau obligasi, emiten harus membayar beban bunganya.

Kendati demikian, Shin mengingatkan para investor saham perlu mencermati kondisi fundamental para emiten yang baru melantai di Bursa, guna meminimalisir risiko dari investasi saham emiten anyar.

"Pesan untuk para investor atau calon investor, perbanyak literasi keuangan dan pelajari dalam membaca kondisi fundamental perusahaannya, agar terhindar dari saham-saham yang kurang bagus," pungkas Shin.

Associate Director of Research and Investment Pilarmas Investindo Sekuritas Maximilianus Nico Demus mengatakan, beberapa penyebab banyaknya emiten IPO tahun ini yaitu tingginya inflasi sehingga memicu kenaikan tingkat suku bunga.

"Hal itu menyebabkan cost of fund penerbitan obligasi tinggi, sehingga IPO menjadi pilihan utama penggalangan dana" kata Nico kepada Bisnis.

Menurutnya, seiring dengan kebutuhan ekspansi perusahaan, maka perusahaan akan mencari opsi penggalangan dana murah, yang pilihan utamanya yaitu melantai di Bursa.

Kendati tren IPO semarak pada 2023, masih terdapat beberapa pekerjaan rumah yang menanti Bursa Efek Indonesia. Misalnya, rata-rata nilai transaksi harian (RNTH) masih lesu di kisaran Rp10,50 triliun sepanjang tahun berjalan, atau di bawah target RNTH BEI sebesar Rp14,75 triliun hingga akhir 2023.

Tak hanya itu, semarak IPO belum bisa menjadi magnet bagi investor asing, yang mencatatkan aksi jual bersih (net sell) Rp5,22 triliun year-to-date (ytd). Sepanjang 2023, nilai penggalangan dana IPO yang sebesar Rp49,60 triliun pun belum melampaui realisasi pada 2021 sebesar Rp62,61 triliun.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Rizqi Rajendra
Editor : Ibad Durrohman
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper