Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Trump Tunda Tarif 90 Hari, Sampai Kapan IHSG Menguat?

IHSG dapat melanjutkan penguatannya apabila telah melewati level 6.510 selama 90 hari penundaan tarif oleh Donald Trump.
Warga mengakses data saham menggunakan perangkat telepon pintar di Jakarta, Minggu (23/3/2025). Bisnis/Himawan L Nugraha
Warga mengakses data saham menggunakan perangkat telepon pintar di Jakarta, Minggu (23/3/2025). Bisnis/Himawan L Nugraha

Bisnis.com, JAKARTA — Presiden AS Donald Trump melakukan penundaan tarif resiprokal selama 90 hari yang membuat Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menguat. Lalu, sampai kapan reli penguatan IHSG ini akan terjadi?

Associate Director of Research and Investment Pilarmas Investindo Sekuritas Maximilianus Nico Demus mengatakan volatilitas masih akan tetap tinggi, karena banyaknya ketidakpastian di pasar. 

"Oleh sebab itu, tantangan pertama IHSG adalah harus melewati level 6.510 terlebih dahulu, sebelum dapat dikatakan IHSG kembali kepada jalan yang benar untuk bisa mengalami penguatan lebih lanjut," kata Nico, Selasa (15/4/2025). 

Dia melanjutkan apabila level ini terlewati, maka ada ruang yang cukup besar bagi IHSG untuk bisa menguat, meskipun terbatas.

Nico juga menjelaskan selama 90 hari ini, investor harus mewaspadai keberpihakan antara negara-negara yang memang tidak menyukai gaya negosiasi Trump. Seperti contohnya China yang mulai berkolaborasi dengan Jepang dan Korea Selatan. 

China juga mengajak Vietnam untuk dapat berdiri sendiri dan berkolaborasi. Hal ini akan menimbulkan keberpihakan bagi negara-negara mitra dagang Amerika yang memang memilih untuk keluar dari tekanan. 

Selain itu, tidak semua negara akan tunduk dengan Amerika, dan karena itu terdapat potensi eskalasi perang dagang yang akan semakin meningkat di masa yang akan datang, dengan negara lain yang akan memberikan tarif kepada Amerika.

Adapun untuk investor yang menyukai volatilitas, trading jangka pendek menurutnya dapat menjadi salah satu pilihan saat ini dengan menunggangi volatilitas yang ada di pasar. 

Meskipun demikian, Nico menuturkan investor harus tetap waspada, karena sentimen dengan sangat cepat dapat berubah sehingga mampu memberikan tekanan bagi pasar.  

Namun, lanjutnya, apabila tidak menyukai volatilitas yang ada, maka realokasi asset juga merupakan salah satu pilihan. 

"Perpindahan dari saham menjadi obligasi juga menjadi salah satu yang bisa dilakukan," ucap Nico. 

Menurut Nico, memperbesar porsi obligasi dan mengurangi porsi saham, menjadi salah satu strategi yang kerap dilakukan untuk memaksimalkan keuntungan, dan meminimalkan volatilitas.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper