Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Melihat Kondisi Terkini Kantor Bentjok (MYRX) Jelang Delisting

Bisnis berkesempatan mengunjungi kantor MYRX untuk melihat kondisinya sebelum resmi ditendang paksa dari bursa (delisting) pada pertengahan 2025.
Kondisi bekas kantor PT Hanson International Tbk. (MYRX) milik Benny Tjokrosaputro alias Bentjok, tersangka skandal korupsi pengelolaan dana PT Asuransi Jiwasraya (Persero)./Bisnis-Aziz Rahardyan
Kondisi bekas kantor PT Hanson International Tbk. (MYRX) milik Benny Tjokrosaputro alias Bentjok, tersangka skandal korupsi pengelolaan dana PT Asuransi Jiwasraya (Persero)./Bisnis-Aziz Rahardyan

Bisnis.com, JAKARTA - Tumpukan lemari kantor penuh debu, berikut meja-kursi dan mesin fotokopi reyot, berjebai sepanjang griya tawang (penthouse) Mayapada Tower 1, lantai ke-21, bekas kantor PT Hanson International Tbk. (MYRX) milik Benny Tjokrosaputro alias Bentjok, tersangka skandal korupsi pengelolaan dana PT Asuransi Jiwasraya (Persero).

Kantor ini merupakan saksi bisu tempat Bentjok terakhir kali menghirup udara bebas, sebelum diciduk oleh Kejaksaan Agung 5 tahun silam hingga kini resmi dihukum bui seumur hidup. 

MYRX termasuk salah satu saham yang terlibat transaksi tak wajar Jiwasraya atas pengelolaan JS Saving Plan, produk asuransi di-bundling investasi dengan imbal hasil bunga tinggi yang ujungnya bikin keuangan Jiwasraya semakin ambrol. 

Bicara JS Saving Plan, produk ini pula yang menjerat Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan Isa Rachmatarwata sebagai tersangka baru Jiwasraya pada Jumat (7/2/2025).

Musababnya, Isa diduga menyetujui pembuatan JS Saving Plan kala menjabat sebagai kepala Biro Perasuransian Badan Pengawasan Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) periode 2006-2012, padahal seharusnya dia telah mengetahui bahwa kondisi kesehatan keuangan Jiwasraya sedang kritis. 

Bisnis berkesempatan mengunjungi kantor MYRX baru-baru ini dalam konteks melihat kondisinya sebelum resmi ditendang paksa dari bursa (delisting) pada pertengahan 2025 nanti. Pasalnya, setiap emiten yang dihapus pencatatannya oleh Bursa Efek Indonesia (BEI) wajib melakukan buyback saham masyarakat. 

Berdasarkan data kepemilikan saham terakhir MYRX, masyarakat menggenggam 57,42 miliar saham atau 65,43%. Maka, mengacu harga saham MYRX terakhir di level Rp50 per lembar, setidaknya ada dana masyarakat mengendap sekitar Rp2,87 triliun. 

Namun, apabila melihat langsung ke dalam kantor penthouse satu lantai seluas 1.282,22 m2 itu, seakan mustahil MYRX masih bisa melakukan buyback.

Tak banyak jejak-jejak kehidupan kantor MYRX yang masih terpampang. Paling-paling hanya ada pamflet '12 Budaya Malu' tertanda Departemen Human Resources Hanson Group, serta sebuah penanda bertuliskan 'Ruangan Direksi Hanson - Selain Karyawan Dilarang Masuk' pada salah satu bagian terdalam ruangan kantor. 

Kondisi bekas kantor PT Hanson International Tbk. (MYRX)
Kondisi bekas kantor PT Hanson International Tbk. (MYRX)

Salah satu yang tampak mencolok barangkali secarik kertas bertuliskan 'Dilarang Masuk' tertanda 'Penyidik' yang masih merekat di salah satu pintu ruangan.

Ada juga tempelan kertas penanda di beberapa bagian lemari yang mencerminkan bahwa isinya merupakan milik departemen tertentu. Namun, semua isi lemari yang lembap dan berbau apek itu sudah kosong-melompong. Tak heran, sebelumnya, hanya tim penyidik yang boleh mondar-mandir masuk kantor ini, utamanya demi mengamankan berkas-berkas penting yang bisa menjadi alat bukti di persidangan.

Terakhir, jejak lain yang tampak mencolok adalah piagam untuk Bentjok yang tergantung rapi di salah satu bagian terdalam ruangan, berisi penghargaan atas partisipasi pembangunan kantor Polsek Metro Tambora Polres Metro Jakarta Barat pada era 2010.

Perwakilan Manajemen Mayapada Tower 1 Deniel Roesady menjelaskan baru setahun belakangan pihak berwenang membuka segel kantor penthouse dengan luasan paling lega di seantero gedung itu.

Kendati belum bisa disentuh, apalagi ditawarkan ke calon tenant lain, setidaknya pengelola gedung mulai bisa melihat-lihat lagi kondisi terkini ruang kantor yang berada di bagian teratas gedungnya tersebut.

"Pasti kami tekor karena ruangan ini tidak terawat dan tidak bisa diapa-apakan bertahun-tahun. Tuh, langit-langitnya banyak yang jebol," ungkapnya santai ketika menemani Bisnis Indonesia menjelajahi bagian dalam bekas kantor MYRX.

Kondisi bekas kantor PT Hanson International Tbk. (MYRX)
Kondisi bekas kantor PT Hanson International Tbk. (MYRX)

Selain berada di lantai tertinggi, mengakses kantor megah ini rasanya butuh kesabaran. Sebab, setelah naik lift ke lantai 20 gedung Mayapada Tower 1, masih ada satu tangga melingkar lagi yang perlu dinaiki untuk menjangkau dua bagian kantor MYRX di sebelah barat dan timur.

Kedua sisi kantor itu memiliki setidaknya belasan bilik-bilik ruangan. Segelintir di antaranya masih tertempel beraneka jenis peta dari berbagai wilayah Indonesia. Ciri khas bekas aktivitas perusahaan properti raksasa.

Menariknya, salah satu peta itu berisi portofolio proyek-proyek pengembang PT Hokindo Properti Investama, anak usaha PT Rimo International Lestari Tbk. (RIMO), emiten terafiliasi keluarga Tjokrosaputro lain yang kini masuk daftar suspensi Bursa Efek Indonesia (BEI) sejak 11 Februari 2020.

Sekadar info, selain sama-sama dikendalikan oleh klan Tjokrosaputro, kesamaan MYRX dan RIMO adalah riwayat mereka yang sempat santer dijuluki 'saham gorengan'. Buktinya, sampai-sampai ASABRI pun masih 'nyangkut' di keduanya sebagai pemegang saham dengan kepemilikan lebih dari 5% hingga saat ini. 

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper