Bisnis.com, JAKARTA – Penjualan Savings Bond Ritel seri SBR014 mencatatkan nilai pemesanan pembelian sebesar Rp14,91 triliun. Angka itu relatif lebih kecil dari target Rp15 triliun dana terhimpun dari penjualan produk ini.
Melansir laman resmi Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan, penjualan SBR014 didominasi oleh SBR014T2 dengan nilai sebesar Rp11,59 triliun. Sementara itu, penjualan seri SBR014T4 hanya mencatatkan nilai sebesar Rp3,31 triliun.
“SBR014 dengan total pemesanan pembelian mencapai Rp14.917.354.000.000,00, yang terdiri atas seri SBR014T2 sebesar Rp11.598.776.000.000,00 dan seri SBR014T4 sebesar Rp3.318.578.000.000,” tulis pengumuman DJPPR, dikutip Selasa (12/8/2025).
Secara rinci, total investor dalam produk SBR014 mencapai 51.198 investor. Sebagian besar investor membeli produk SBR014T2 dan hanya 11.338 investor yang membeli produk dengan tenor 4 tahun.
Berdasarkan profesi, pegawai swasta mendominasi 35% pembelian produk SBR014. Namun berdasarkan nominal, investor yang berprofesi sebagai wiraswasta mendominasi pemesanan sebesar 38%.
Dari segi penjualan, mitra distribusi dari sektor perbankan masih mendominasi penjualan SBR014, baik dari sisi nominal maupun jumlah investor.
“Di kelompok non-bank, perusahaan fintech mencatat kinerja lebih tinggi dibandingkan perusahaan sekuritas, baik dari nilai penjualan maupun jumlah investor,” lanjut pengumuman itu.
Chief Operating Officer Bareksa Ni Putu Kurniasari menerangkan, secara keseluruhan, penjualan SBR014 masih menunjukkan minat yang tinggi dari investor ritel.
Data penjualan tersebut menunjukkan bahwa masyarakat tengah membutuhkan instrumen investasi yang memberikan imbal hasil yang menarik, tetapi dengan risiko yang rendah.
Putu menerangkan, tingginya minat investor ritel terhadap produk ini sejalan dengan sinyal penurunan suku bunga AS yang semakin kuat.
“Kami yakin SBN Ritel masih akan menarik minat investor di tengah ekspektasi tren penurunan suku bunga, di masa mendatang. Kami juga menilai jika tren dinamika pasar berpengaruh ke nilai penyerapan, hal itu sifatnya akan situasional, yang merupakan hal wajar dalam siklus investasi,” katanya kepada Bisnis, dikutip Selasa (12/8/2025).
Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.