Bisnis.com, JAKARTA - Emiten milik Benny Tjokro, yakni PT Hanson International Tbk. (MYRX) dan PT Steadfast Marine Tbk. (KPAL) yang didirikan oleh Eddy K. Logam dipastikan terdepak dari lantai bursa pada hari ini, Senin (21/7/2025).
PT Bursa Efek Indonesia (BEI) diketahui tengah melakukan penghapusan pencatatan terhadap delapan perusahaan terbuka dan dua saham preferen mulai 21 Juli 2025.
Berdasarkan keterbukaan informasi, emiten yang masuk dalam daftar delisting antara lain PT Mas Murni Indonesia Tbk. (MAMI), PT Forza Land Indonesia Tbk. (FORZ), PT Hanson International Tbk. (MYRX), PT Grand Kartech Tbk. (KRAH), PT Cottonindo Ariesta Tbk. (KPAS), PT Steadfast Marine Tbk. (KPAL), PT Prima Alloy Steel Universal Tbk. (PRAS), dan PT Nipress Tbk. (NIPS).
Selain itu, otoritas Bursa juga akan melakukan delisting terhadap dua saham preferen milik MYRX dan MAMI.
Keputusan delisting didasarkan pada terpenuhinya salah satu kondisi sesuai Peraturan Bursa Nomor I-N. Berdasarkan peraturan itu, BEI berwenang menghapus saham perusahaan tercatat jika mengalami satu dari tiga kondisi.
Kondisi pertama, sesuai Ketentuan III.1.3.1, perusahaan tercatat yang menghadapi kondisi atau peristiwa signifikan yang berdampak negatif terhadap kelangsungan usaha, baik secara finansial maupun hukum dapat dikenai delisting.
Baca Juga
Hal itu juga berlaku jika perusahaan gagal menunjukkan indikasi pemulihan yang memadai untuk kembali beroperasi secara normal.
Kedua, berdasarkan Ketentuan III.1.3.2, perusahaan yang sahamnya mengalami suspensi efek di pasar reguler, pasar tunai, atau di seluruh pasar selama lebih dari 24 bulan berturut-turut, juga berpotensi dikenai delisting oleh BEI.
Ketiga, Ketentuan III.1.3.3 menyebut saham perusahaan tercatat telah mengalami Suspensi Efek, baik di Pasar Reguler dan Pasar Tunai, atau di seluruh Pasar, minimal selama 2 tahun terakhir.
Berdasarkan catatan Bisnis.com, kedelapan perusahaan itu akan delisting dari Bursa karena pailit.
Bursa telah memberikan waktu sejak 18 Januari 2025 hingga 18 Juli 2025 bagi perusahaan-perusahaan tersebut untuk melaksanakan pembelian kembali saham atau buyback.
Kewajiban buyback saham oleh perusahaan tercatat yang terkena force delisting diatur dalam POJK 45/2024 Pasal 8 Ayat (3).
“Dengan dicabutnya status perseroan sebagai perusahaan tercatat, maka perseroan tidak lagi memiliki kewajiban sebagai perusahaan tercatat dan BEI akan menghapus nama perseroan dari daftar perusahaan tercatat,” tulis manajemen Bursa dalam keterbukaan informasi, dikutip Jumat (18/7/2025).
Sebelumnya, BEI menyebut akan melakukan delisting terhadap 10 emiten. Selain delapan emiten yang resmi delisting pada 21 Juli 2025, Bursa juga akan melakukan pembatalan pencatatan terhadap PT Jakarta Kyoei Steel Works Tbk. (JKSW), dan PT Panasia Indo Resources Tbk. (HDTX).
HDTX dan JKSW akan delisting karena adanya kondisi yang berpengaruh negatif terhadap kelangsungan usaha perusahaan. Melansir keterbukaan informasi, HDTX tengah melakukan proses buyback saham. Teranyar, emiten itu melakukan transaksi crossing pada 18 Juli 2025.
Begitu juga dengan JKSW yang tengah melakukan buyback saham pada periode 30 Januari 2025–31 Juli 2025. Harga buyback saham JKSW telah ditetapkan sebesar Rp59 per lembar.
Sementara itu, delapan emiten lainnya delisting karena pailit. Seperti diketahui, PT Hanson International Tbk. (MYRX) terlibat dalam kasus korupsi Jiwasraya-Asabri oleh Benny Tjokrosaputro. Kejaksaan Agung (Kejagung) menyita 172.969.221 lembar saham MYRX atau setara 15,43% dalam kasus ini.
Berdasarkan data BEI, susunan pemegang saham MYRX per 31 Desember 2023 terdiri atas Kejaksaan Agung dengan kepemilikan 19,35 miliar saham (23,26%), PT Asabri (Persero) 9,4 miliar saham (11,31%) dan masyarakat 57,42 miliar saham (65,43%).
Jika mengacu harga saham MYRX saat ini yakni Rp50 per saham, maka dana masyarakat yang mengendap di perseroan mencapai sekitar Rp2,87 triliun. Sebagai catatan, BEI telah menghentikan perdagangan MYRX sejak 16 Januari 2020.
Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.