Bisnis.com, JAKARTA - Bursa Efek Indonesia (BEI) mengungkap prospek pasar saham hingga akhir tahun. Adapun, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) bergerak fluktuatif sepanjang semester I/2024 dan masih terkoreksi secara year-to-date (YtD).
Direktur Pengembangan BEI Jeffrey Hendrik mengatakan, prospek pasar modal ke depan masih mempunyai ruang yang sangat besar untuk bertumbuh, kendati diwarnai sejumlah tekanan terutama dari sentimen eksternal.
“Walaupun memang kondisi saat ini karena faktor global dan eksternal banyak tekanan yang kita hadapi. Tetapi, kondisi seperti ini justru adalah saat yang tepat bagi kami untuk mempersiapkan segala sesuatunya, menyongsong nanti pada saat pasar kita menjadi sudah kondusif,” ujarnya, Jumat (28/6/2024).
Pada Jumat (28/6/2024) atau akhir perdagangan semester I/2024, IHSG terpantau menguat 1,37% atau 95,62 poin ke level 7.063,57. Meskipun demikian, sepanjang tahun berjalan IHSG masih terkoreksi 2,88% YtD.
Pada saat yang sama, rata-rata nilai transaksi harian (RNTH) saham BEI sebesar Rp12,28 triliun atau telah melampaui target BEI sebesar Rp12,25 triliun tahun ini. Namun, investor asing justru terpantau melakukan aksi jual atau net sell dengan nilai jumbo Rp7,72 triliun secara YtD.
Sejumlah indeks acuan utama BEI pun mengalami koreksi sepanjang tahun berjalan. Misalnya, LQ45 melemah 8,54% YtD, disusul IDX30 turun 10,55% YtD, dan IDX80 terkoreksi 6,58% YtD.
Baca Juga
Sebagai pengingat, gejolak IHSG juga tak lepas dari pengaruh papan pemantauan khusus full call auction (PPK FCA) usai resmi diberlakukan pada 25 Maret 2024.
PPK FCA itu pun mendapatkan kritik dari belasan ribu investor yang menandatangani petisi di laman Change.org dan meminta agar PPK FCA dihapuskan.
Puncaknya, ketika BEI menjebloskan saham PT Barito Renewables Energy Tbk. (BREN) milik konglomerat Prajogo Pangestu pada 29 Mei 2024.
Kala itu, saham BREN dengan market cap paling jumbo Rp1.500 triliun sempat menyusut ke kisaran Rp800 triliun. Dengan market cap sebesar itu, alhasil IHSG juga sempat terseret ke level terendahnya 6.726 pada 19 Juni 2024.
Dari sisi tekanan global, inflasi AS belum mencapai target 2%, sehingga Bank Sentral AS The Fed masih menahan suku bunga di level 5,25%-5,5% dan hanya memproyeksikan satu kali pemangkasan tahun ini.
BEI menyampaikan, perlambatan ekonomi China karena tekanan di pasar properti juga turut menjadi sentimen penekan untuk IHSG.
Terlepas dari berbagai tekanan tersebut, BEI tengah mempersiapkan sejumlah kebijakan untuk mendorong kinerja pasar saham. Misalnya, aturan short selling yang rencananya meluncur pada Oktober 2024 diharapkan akan mendorong nilai transaksi saham.
Sebelum mengimplementasikan short selling, BEI berjanji akan menunggu pasar saham kondusif. Selain itu, BEI juga akan memberlakukan kebijakan terkait liquidity provider atau penyedia likuiditas.
"Dengan adanya liquidity provider saham kita harapkan nantinya setelah market kita menjadi lebih kondusif itu akan sangat membantu peningkatan likuiditas," pungkas Jeffrey.
-----------------------------
Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.