Bisnis.com, JAKARTA - Kebijakan PT Bursa Efek Indonesia (BEI) soal papan Pemantauan Khusus (PPK) full call auction hingga maraknya saham-saham IPO dengan fundamental buruk membuat investor saham mengeluh karena mengalami kerugian.
Investor ritel Tonny Hermawan Adikarjo mengatakan para investor merasa dirugikan karena skema full call auction tidak menunjukan adanya penawaran beli (bid) dan penawaran jual (offer) seperti perdagangan secara continuous auction atau perdagangan reguler saham pada umumnya.
Menurutnya, hal itu memicu terjadinya kepanikan pasar dan membuat cukup banyak saham yang harganya turun drastis. Sebab, investor yang tidak memiliki saham takut untuk membeli saham, sedangkan investor sudah yang memiliki saham cenderung panic selling dan menjual sahamnya di harga batas bawah atau ARB.
Penulis buku best seller The Secret Of Wealth Manager itu juga mengatakan, saat ini ada sekitar 221 saham atau 24% dari 914 emiten yang masuk papan pemantauan khusus dan membuat banyak investor ritel mengalami kerugian. Padahal, para investor sejatinya mau membeli saham karena percaya dengan screening dari BEI dan OJK terhadap emiten yang akan listing.
"Yang menyedihkan, banyak di antara investor ritel yang menjual sahamnya karena merasa tidak percaya dengan BEI dan memindahkan investasinya ke mata uang kripto yang saat ini sedang marak, sehingga membuat terjadinya capital outflow," ujar Tonny kepada Bisnis, dikutip Kamis (4/4/2024).
Adapun, berdasarkan data BEI yang dihimpun Bisnis, setidaknya ada 17 emiten yang baru menggelar IPO dalam kurun waktu 2021 hingga 2024 tetapi telah masuk dalam Papan Pemantauan Khusus.
Baca Juga
Misalnya, PT Mitra Pedagang Indonesia Tbk. (MPIX) yang listing pada 7 Februari 2024. Baru tercatat, MPIX langsung dijebloskan ke dalam papan pemantauan khusus pada 20 Maret 2024.
Selanjutnya, untuk emiten yang baru tercatat pada 2023 yakni PT Pulau Subur Tbk. (PTPS) dan PT Cakra Buana Resources Energi Tbk. (CBRE). Selanjutnya, beberapa emiten yang tercatat pada 2022 yakni PT Net Visi Media Tbk. (NETV), PT Winner Nusantara Jaya Tbk. (WINR), hingga PT Bersama Zatta Jaya Tbk. (ZATA).
"Kalau memang BEI ingin saham aktif diperdagangkan dan melindungi investor, buat aturan berupa sanksi untuk direksi dan pemegang saham pengendali jika sahamnya tidak likuid dengan memiliki liquidity provider, dan membuat aturan batas minimal saham 51% untuk pemegang saham pengendali agar mereka tidak exit dari perusahaannya," katanya.
Menurutnya, BEI perlu tegas dalam menyeleksi saham-saham yang akan melakukan penawaran umum perdana (IPO), salah satunya dengan mempertimbangkan berbagai rencana ekspansi calon emiten.
"Saya menyarankan BEI harus membuat aturan, kalau perusahaan yang IPO hanya untuk perusahaan yang mau ekspansi bukan mau exit, dengan membuat aturan pemegang saham pengendali minimal tetap memiliki 50% saham perusahaan," pungkasnya.
Adapun, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terkoreksi 0,25% secara year-to-date (ytd) ke level 7.254,39 per Kamis (4/4/2024). IHSG pun sempat melemah selama sepekan beruntun sejak PPK full call auction meluncur pada Senin (25/3/2024).
Di lain sisi, mengutip laman resmi Change.org pada Kamis (4/4/2024) pukul 19.30 WIB, tercatat ada sebanyak 11.383 orang yang menandatangani petisi dan meminta agar peraturan papan pemantauan khusus full call auction tahap II dihapuskan. Jumlah orang yang menandatangani petisi tersebut pun terus bertambah.