Bisnis.com, JAKARTA — Sejumlah emiten tambang mulai dari PT Trimegah Bangun Persada Tbk. (NCKL), PT Indo Tambangraya Megah Tbk. (ITMG) hingga PT United Tractors Tbk. (UNTR) ramai-ramai memacu bisnis nikel melalui serangkaian aksi akuisisi seriring dengan cerahnya prospek komoditas logam tersebut.
Paling anyar, emiten tambang Grup Harita, PT Trimegah Bangun Persada Tbk. (NCKL) mengumumkan jika perseoan telah mengakuisisi 99% saham PT Gane Tambang Sentosa yang berlokasi di Pulau Obi, Halmahera Selatan, dengan nilai transaksi sebesar Rp7,9 miliar. Aksi ambil alih itu akan membuat cadangan nikel perseroan bertambah menjadi 302 juta wmt.
“[tambahan ini] akan menjadikan Harita Nickel sebagai perusahaan tambang nikel terbesar ke-5 di Indonesia berdasarkan sumber daya,” kata manajemen dalam keterangan resmi, dikutip Jumat (1/12/2023).
Sebagai infrormasi, PT GTS memiliki konsesi tambang nikel yang belum beroperasi dengan luas area sebesar 2.314 hektar dengan masa berlaku IUP sampai dengan tahun 2040. NCKL merencanakan akan melakukan aktivitas pengeboran untuk mengetahui besaran cadangan dan sumber daya bijih nikel.
Pada saat yang bersamaan, Harita Nickel juga meningkatkan kepemilikan saham di PT Gane Permai Sentosa (GPS) dari semula 70% menjadi 99%. Selain dapat meningkatkan sumber daya dan cadangan bijih nikel, akuisisi senilai Rp48,8 miliar ini di harapkan dapat memperkuat kontribusi finansial terhadap NCKL.
Pada akhir November 2023, NCKL memiliki estimasi cadangan bijih nikel sekitar 302 juta wmt. Dengan melakukan eksplorasi lebih lanjut pada 4 tambang yang dimiliki yaitu PT Obi Anugerah Mineral, PT Jikodolong Mega Pertiwi, PT Karya Tambang Sentosa, dan PT Gane Tambang Sentosa, cadangan bijih nikel yang dibutuhkan oleh anak usaha Harita Nickel akan meningkat.
Baca Juga
Seperti yang diketahui, NCKL sendiri memiliki area Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang mencapai sekitar 9.000 hektar, yang terdiri empat konsesi tambang. Saat ini, terdapat dua tambang yang sudah beroperasi, dan dua tambang lainnya akan dioperasikan untuk mendukung pasokan bahan baku bijih nikel di masa mendatang.
Selain itu, Harita Nickel juga akan terus berusaha untuk meningkatkan usia tambang dan cadangan bijih nikel dengan mengakuisisi konsesi tambang lainnya dan bekerja sama dengan perusahaan tambang lokal lainnya.
PT Indo Tambangraya Megah Tbk. (ITMG)
Tak ingin ketinggalan, PT Indo Tambangraya Megah Tbk. (ITMG) milik Grup Banpu diketahui tengah mencari tambang nikel yang potensial untuk diakuisisi.
Chief Executive Officer Banpu Public Company Limited Somruedee Somphong, yang merupakan induk ITMG menuturkan pihaknya sangat terbuka untuk bekerja sama dengan perusahaan-perusahaan Indonesia, untuk menjadi partner dalam proyek energi hijau dari hulu, midstream, hingga hilir. Di sektor mineral, ITMG juga mengincar bisnis nikel.
Akan tetapi, perempuan yang akrab disapa Som ini menuturkan jika nantinya ITMG mendapatkan tambang nikel, Banpu tidak akan mengintegrasikan tambang tersebut dengan produsen baterai Durapower.
"Durapower akan fokus memproduksi sel baterai di China, bagian selatan China," kata Som, belum lama ini.
Selain itu, lanjutnya, merupakan hal yang tidak mungkin untuk memindahkan nikel Indonesia untuk diproduksi di negara lain. Dengan regulasi yang ada, ITMG tidak bisa mengirim nikelnya ke Durapower.
Namun, kata Som, apabila pihaknya beruntung, ITMG bisa bekerja sama dengan beberapa perusahaan di Indonesia. Dengan demikian, akan terdapat banyak value chain baterai secara keseluruhan.
"Hal ini akan menciptakan nilai yang besar bagi ITMG, dan juga Banpu," tuturnya.
Direktur Komunikasi Korporat dan Hubungan Investor ITMG Yulius Gozali menuturkan perseroan sedang mencari tambang nikel yang potensial untuk diakuisisi. Dan saat ini, ITMG sudah melakukan pembicaraan dengan sejumlah perusahaan nikel.
"Kami berencana diversifikasi bisnis nikel, dan saat ini sedang mencari tambang untuk diakuisisi," ucapnya.
Yulius menjelaskan, masuknya ITMG ke bisnis nikel merupakan upaya diversifikasi bisnis non-batu bara sekaligus membantu pengembangan ekosistem kendaraan listrik. Oleh karena itu, tambang yang akan diakuisisi nantinya diharapkan mampu menyediakan produk untuk bahan baku baterai.
PT PAM Mineral Tbk.(NICL)
Selanjutnya, emiten tambang milik konglomerat Christopher Sumasto Tjia, PT PAM Mineral Tbk.(NICL) beberapa waktu lalu dikabarkan akan mengakuisisi 50 persen tambang Nikel milik PT Sumber Mineral Abadi (SMA).
Manajemen PAM Mineral menjelaskan NICL akan membeli saham baru maksmimal 50 persen dari saham yang diterbitkan SMA atau sebanyak-banyaknya Rp140 miliar. Transaksi tersebut tertuang dalam Perjanjian Pembelian Saham Baru Bersyarat (PPSBB).
“Penandatanganan perjanjian tersebut terjadi pada 12 September 2023,” kata manajemen, beberapa bulan lalu.
Penyelesaian PPSBB tergantung pada pemenuhan atas seluruh kondisi prasyarat oleh SMA yang paling lambat wajib dipenuhi paling lambat pada tanggal 29 Desember 2023. Tanggal penyelesaian merupakan tanggal efektif dari transaksi pembelian saham baru SMA oleh NICL.
Direktur Utama PAM Mineral Ruddy Tjanaka mengatakan NICL akan fokus untuk meningkatkan produksi nikel dari sebelumnya sebesar 2,1 juta ton menjadi sebesar 2,6 juta ton.
“Kami sudah memperoleh persetujuan RKAB dari ESDM untuk rencana peningkatan produksi kami," katanya, dikutip dari pemberitaan Bisnis sebelumnya.
Ruddy menerangkan fokus ke depan akan menambah cadangan nikel baik melalui optimalisasikan dari di wilayah IUP Perseroan di Morowali maupun wilayah IUP anak perusahaan di Konawe.
"Selain itu, kami juga akan mencari peluang IUP baru baik secara organik maupun anorganik mendukung rencana Perseroan,” katanya.
NICL terangnya, berkomitmen melakukan ekplorasi berkelanjutan serta menjaga prinsip konservasi mineral melalui optimasi pemanfaatan bijih nikel yaitu memanfaatkan sumber daya mineral dan melakukan diversifikasi produk.
Diversifikasi produk dilakukan dengan pembagian berdasarkan persentasi kadar nikel yang terkandung dalam bijih menjadi bijih kadar rendah, bijih kadar menengah dan bijih kadar tinggi (low grade, middle grade, dan high grade).
PT United Tractors Tbk. (UNTR)
Selanjtnya, Emiten tambang Grup Astra, PT United Tractors Tbk. (UNTR) juga tengah gencar melakukan diversifikasi bisnis ke sektor non batu bara melalui akuisisi perusahaan sektor tambang nikel.
Corporate Secretary United Tractors Sara K. Loebis menjelaskan komitmen akuisisi ini didasari oleh pandangan UNTR yang melihat peluang bisnis tambang non batu bara.
“Yang jelas memang kita sudah komitmen untuk tidak lagi mengakuisisi tambang batu bara, melainkan membidik tambang mineral lainnya,” katanya saat ditemui di Jakarta, Kamis (23/11/2023).
Baru-baru ini, UNTR mengumumkan pembelian tambang nikel PT Anugrah Surya Pacific Resources melalui anak usahanya. Akuisisi perusahaan nikel ini memiliki nilai transaksi sebesar US$104,91 juta atau sekitar Rp1,64 triliun.
Anak usaha UNTR, PT Danusa Tambang Nusantara (DTN) menandatangani perjanjian jual beli saham (conditional share sale and purchase agreement/CSPA) saham Anugerah Surya Pacific pada 16 Oktober 2023.
DTN membeli saham Anugerah Surya Pacific (ASPR) dari PT Kalira Pascama (KP) sebanyak 33,33% saham, dari PT Bintang Prima Investama (BPI) sebanyak 16,67% saham, dan dari PT Anugerah Dayakaya Angkasa (ADA) sebanyak 16,67% saham.
Sara mengaku akusisi tambang nikel yang dilakukan saat ini mempertimbangkan peluang bisnis jangka panjang, terlebih dalam sepanjang 2023 harga komoditas nikel ini masih dalam fase downtrend.
“Kita lihat jangka panjangnya, nikel biar bagaimanapun tetap memiliki peran penting dalam langkah pemerintah menju elektrifikasi. Begitu juga dengan tembaga dan lainnya,” jelasnya.
Proyeksi Harga Nikel
Maraknya aksi akuisisi tambang nikel memang terjadi di tengah melemahnya harga nikel karena pelambatan pertumbuhan ekonomi global khususnya di China, serta penurunan permintaan akan steinless steel. Selain itu, persaingan harga jual antara perusahaan penyedia kendaraan listrik juga turut mempengaruhi pergerakan harga, terutama harga baterai dan bahan baku baterai.
Dokumen Market Outlook 2024 Ciptadana Sekuritas menyebutkan pasar nikel, terutama untuk nikel kelas II, mengalami tekanan lebih lanjut akibat melimpahnya produk nikel di pasaran. Situasi ini semakin diperparah oleh keterbatasan China, importir terbesar nikel, dalam menyerap komoditas ini untuk produksi kendaraan listrik (EV) dan baja tahan karat.
Meskipun harga nikel tengah mengalami fase downtrend yang disebabkan oleh surplus pasokan, analis Ciptadana Sekuritas tetap mempertahankan prediksi harga di atas US$20.000 per ton. Hal ini terutama didorong oleh keterbatasan pasokan nikel kelas I yang terindikasikan oleh stok London Metal Exchange (LME) yang sangat rendah, turun 22,3% menjadi 43.086 ton sepanjang tahun 2023.
Sementara surplus pasokan nikel, terutama nikel kelas II, memberikan tekanan pada harga, Ciptadana Sekuritas memproyeksikan bahwa ketatnya pasokan nikel kelas I akan tetap menjadi faktor penopang harga nikel secara keseluruhan. Meskipun surplus pasokan dapat menekan harga, permintaan yang terus tumbuh, terutama dari sektor kendaraan listrik, diharapkan dapat menjaga harga tetap di level yang relatif tinggi.
Menurut Ciptadana Sekuritas, konsumsi nikel global diprediksi akan tumbuh sebesar 3,2% year on year pada 2023, didorong oleh pemulihan ekonomi China yang mengakibatkan peningkatan konsumsi nikel. Namun, produsen baja di Uni Eropa, Amerika Serikat, dan Brazil mengalami kendala, yang dapat menyebabkan penurunan proyeksi konsumsi nikel pada tahun 2023.
Berdasarkan pertimbangan ini, Ciptadana Sekuritas mempertahankan proyeksi harga nikel pada 2023 sebesar US$23.000 per ton, 2024 di level US$22.000 per ton, dan 2025 sebesar US$21.000 per ton. Meskipun demikian, proyeksi harga menurut data Bloomberg menyajikan angka 2023 sebesar US$22.245 per ton, 2024 sebesar US$19.996 per ton, dan 2025 di posisi US$20.196 per ton.