Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Saham Emiten BUMN Karya dan Konstruksi Swasta Melempem, Mengapa?

Sejumlah emiten konstruksi baik BUMN Karya maupun swasta mencatatkan kinerja saham yang melempem secara year-to-date (ytd).
Pekerja menggunakan alat berat beraktivitas di proyek infrastruktur milik salah satu BUMN Karya di Jakarta, Kamis (13/2/2020). Bisnis/Arief Hermawan P
Pekerja menggunakan alat berat beraktivitas di proyek infrastruktur milik salah satu BUMN Karya di Jakarta, Kamis (13/2/2020). Bisnis/Arief Hermawan P

Bisnis.com, JAKARTA - Sejumlah emiten konstruksi baik BUMN Karya maupun swasta mencatatkan kinerja saham yang melempem secara year-to-date (ytd). Secara sektoral, kondisi ini diperkirakan masih akan bertahan hingga paruh kedua tahun 2023.

Sampai dengan Senin (24/7/2023), emiten BUMN Karya seperti PT Wijaya Karya (Persero) Tbk. (WIKA), PT PP (Persero) Tbk. (PTPP), dan PT Waskita Karya (Persero) Tbk. (WSKT) terpantau parkir di zona merah sepanjang tahun berjalan.

Saham WIKA, misalnya, melemah 38,50 persen sepanjang tahun berjalan. Kondisi serupa juga diikuti PTPP yang turun 11,89 persen ytd, sementara WSKT anjlok 43,89 persen. Sebagai informasi, perdagangan saham WSKT dihentikan sementara sejak 8 Mei lalu.

Dari emiten konstruksi swasta, ada saham PT Acset Indonusa Tbk. (ACST) yang terpantau melemah 8,92 persen secara ytd. Selain itu, PT Bangun Karya Perkasa Jaya Tbk. (KRYA) juga melempem 84,12 persen ytd.

Senior Investment Information Mirae Asset Sekuritas, Martha Christina, mengatakan sektor konstruksi pada 2023 memang cukup menantang karena tersengat sejumlah faktor, mulai tingginya tingkat suku bunga hingga pilihan pembiayaan yang terbatas.

“Karena dari sisi suku bunga yang cukup tinggi, sehingga membuat beban bunga meningkat. Selain itu opsi pembiayaan juga semakin terbatas dengan kebijakan moneter yang ketat,” ujarnya saat dihubungi Bisnis, Senin (24/7/2023).

Selain itu, kehadiran warsa politik yang berlangsung sejak tahun ini dan bakal berlanjut hingga 2024 juga menjadi salah satu faktor penghambat.

Menurut Martha, keberadaan tahun politik membuat pemilik kontrak cenderung wait and see, terutama pihak swasta yang akan lebih menahan diri hingga mendapatkan kepastian pada tahun depan.

Di sisi lain, meningkatnya anggaran infrastruktur dinilai dapat menjadi katalis positif bagi sektor ini. Menyitir laporan Data Indonesia, pemerintah mengalokasikan anggaran infrastruktur sebesar Rp392 triliun di dalam APBN 2023, meningkat 7,75 persen dari tahun lalu.

“Saya melihat sektor ini menarik dilirik untuk tahun depan, seiring rencana infrastruktur dan pemerintah yang baru. Namun, untuk semester dua, diperkirakan pergerakan harganya terbatas,” tutur Martha.

Disclaimer: Berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Dionisio Damara
Editor : Pandu Gumilar
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper