Bisnis.com, JAKARTA — Sederet emiten BUMN Karya mencatatkan defisit kas operasi yang mencerminkan tekanan likuiditas. Di sisi lain, BUMN Karya tengah dalam persiapan konsolidasi oleh Danantara.
Hingga semester I/2025, empat perusahaan konstruksi pelat merah yakni PT Waskita Karya (Persero) Tbk. (WSKT), PT Wijaya Karya (Persero) Tbk. (WIKA), PT Adhi Karya (Persero) Tbk. (ADHI), dan PT PP (Persero) Tbk. (PTPP) tercatat menorehkan hasil negatif dari sisi kas bersih aktivitas operasi.
Secara rinci, Waskita membukukan kas operasi negatif sebesar Rp1,26 triliun, kemudian WIKA minus Rp1,05 triliun, ADHI berbalik dari surplus menjadi defisit Rp181,35 miliar, dan PTPP minus Rp305,66 miliar.
Senior Analyst Kiwoom Sekuritas Indonesia Sukarno Alatas mengatakan defisit kas operasi dialami seluruh emiten BUMN Karya pada semester I/2025, termasuk ADHI yang membalik arah dari surplus menjadi defisit signifikan membuat investor menjadi semakin khawatir terhadap prospek sahamnya.
"Prospek saham sektor ini [BUMN Karya] masih dibayangi kekhawatiran pasar terhadap kemampuan menghasilkan cash flow yang sehat dan keberlanjutan operasional, apalagi realisasi proyek baru juga masih lambat," kata Sukarno kepada Bisnis pada Rabu (6/8/2025).
Di sisi lain, di tengah kinerja defisit arus kas, emiten BUMN Karya ancang-ancang merger. Holding operasional Badan Pengelola Investasi (BPI) Danantara Indonesia yakni PT Danantara Asset Management (Persero) akan melanjutkan merger BUMN Karya pada semester II/2025.
Baca Juga
Langkah merger BUMN Karya bertujuan membentuk entitas yang lebih efisien dan berfokus pada bisnis inti sebagai kontraktor.
Selain itu, anak-anak usaha perusahaan konstruksi pelat merah yang tidak berkaitan langsung dengan inti bisnis akan dikonsolidasikan. Merger BUMN Karya kemudian akan menyisakan tiga entitas induk.
Dalam merger itu, ADHI akan menjadi salah satu induk. ADHI akan menjadi induk PT Nindya Karya (Persero) dan PT Brantas Abipraya (Persero) untuk menangani rel kereta dan konstruksi sektor khusus lainnya.
WSKT akan dilebur ke PT Hutama Karya (Persero) untuk fokus pada proyek jalan tol, non-tol, dan kawasan komersial residensial. Lalu, WIKA dilebur ke PTPP fokus pada pembangunan pelabuhan, bandara, perumahan, dan sektor rekayasa teknik.
"Langkah pemerintah melalui Danantara untuk menggodok skema merger dan konsolidasi dapat menjadi katalis positif jangka menengah jika mampu memperkuat struktur keuangan, meningkatkan efisiensi, dan memulihkan kepercayaan investor terhadap potensi restrukturisasi fundamental," ujar Sukarno.
Meski begitu, menurutnya untuk saat ini investor cenderung wait and see terhadap saham emiten BUMN Karya. Investor mencermati kejelasan implementasi dan dampak merger terhadap masing-masing entitas.
Untuk ADHI, Kiwoom Sekuritas Indonesia sendiri menargetkan harga ADHI pada level Rp300 per lembar. Sementara, harga saham ADHI sendiri masih di zona hijau, naik 23,58% sepanjang tahun berjalan (year to date/ytd) ke level Rp262 per lembar pada penutupan perdagangan hari ini, Rabu (6/8/2025).
Begitu juga dengan PTPP yang masih di zona hijau, naik 19,05% ytd ke level Rp400 per lembar pada penutupan perdagangan hari ini.
________
Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.