Bisnis.com, JAKARTA - Koreksi Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sepanjang Januari 2021 terjadi seiring dengan penurunan kapitalisasi pasar. Tercatat kapitalisasi pasar amblas hingga Rp139,65 triliun.
Pada penutupan perdagangan Jumat (29/1/2021), kapitalisasi pasar saham mencapai Rp6.829,29 triliun. Nilai itu menurun Rp139,65 triliun dari posisi akhir 2020 sejumlah Rp6.968,94 triliun.
Pada hari itu, IHSG anjlok 1,96 persen atau 117,03 poin menjadi 5.862,35. Level itu menurun 1,95 persen dibandingkan penutupan IHSG akhir 2020, yakni 5.979,07.
Sementara itu, berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI), dalam sepekan terakhir IHSG turun 7,05 persen atau berada pada level dibandingkan 6.307,127 pada penutupan pekan lalu.
Kemudian, perubahan juga dialami oleh kapitalisasi pasar sebesar 7,07 persen atau sebesar Rp6.829,294 triliun dari Rp7.348,936 triliun pada pekan sebelumnya.
BEI mencatat investor asing menekan sesi terakhir perdagangan Januari 2021 dengan aksi jual atau net sell Rp921,78 miliar pada Jumat (29/1/2021). Akan tetapi, investor asing masih net buy untuk periode berjalan tahun ini sebesar Rp10,94 triliun.
Baca Juga
Head of Equity Trading MNC Sekuritas Medan Frankie Wijoyo Prasetio menilai IHSG mengalami siklus emosi pasar yang cukup cepat pada Januari 2021. Indeks sempat memasuki masa euforia saat menyentuh level harga tertinggi tahun ini di 6.504.
“Namun pada penghujung minggu terakhir bulan ini, IHSG masuk dalam masa yang mungkin bisa dilabeli dengan fase desperation. Pola candle yang terbentuk serentak merah, ditambah lagi aksi auto reject bawah[ ARB] yang berkelanjutan di saham-saham yang bahkan memiliki market cap yang besar,” paparnya kepada Bisnis, Jumat (29/1/2021).
Head of Investment Avrist Asset Management Farash Farich menjelaskan pelemahan IHSG belakangan ini dipengaruhi oleh tren perdagangan spekulatif yang membawa harga saham naik terlalu cepat.
Alhasil, penurunan mayoritas harga saham belakangan ini bisa terjadi karena investor merealisasikan keuntungan (profit taking).
“Sepertinya di Indonesia agak mirip di AS, disinyalir banyak speculative trading yang mengangkat harga naik terlalu cepat untuk beberapa saham yang kemudian sekarang koreksi,” kata Farash.
Di sisi lain, Farash melihat pasar saham masih kekurangan sentimen positif yang dapat mengangkat harga. Terlebih beberapa hari terakhir lebih banyak berita lonjakan kasus Covid-19 yang berisiko menghambat pemulihan bisnis tahun ini, sehingga menekan IHSG.