Bisnis.com, JAKARTA — Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS diprediksi fluktuatif namun akan ditutup melemah direntang Rp16.220-Rp16.300 pada perdagangan pekan depan, Senin (30/12/2024), didorong oleh sikap agresif The Fed terhadap suku bunga hingga tahun 2025.
Berdasarkan data Bloomberg, rupiah mengakhiri perdagangan akhir pekan ini, Jumat (27/12/2024) dengan melemah 0,35% atau 45 poin ke posisi Rp16.23 per dolar AS. Pada saat yang sama, indeks dolar juga melemah 0,04%.
Direktur PT Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi memperkirakan tren pelemahan rupiah masih akan berlanjut pada pekan depan imbas perkasanya dolar AS.
"Dolar AS tetap kuat, didorong oleh sikap agresif Federal Reserve terhadap suku bunga hingga tahun 2025 dan ekspektasi inflasi yang lebih tinggi serta kinerja ekonomi yang kuat di bawah pemerintahan Donald Trump yang akan datang," kata Ibrahim lewat siaran pers, Jumat (27/12/2024).
Malahan, kata Ibrahim, sebagian investor memproyeksikan The Fed bakal tetap mempertahankan suku bunga tinggi apabila kebijakan presiden Amerika Serikat terpilih Donald Trump nanti berlawanan dengan pasar.
“Kemungkinan besar bank sentral Amerika Serikat tidak akan menurunkan suku bunga bahkan bisa menaikkan suku bunga,” tuturnya.
Baca Juga
Sementara itu dari dalam negeri, Ibrahim mengatakan, daya beli masyarakat sampai akhir tahun ini terkoreksi. Dari sisi level konsumsi rumah tangga, selama tiga kuartal tahun ini terus tumbuh di bawah 5%. Per kuartal III/2024, konsumsi rumah tangga tumbuh 4,91% year on year.
“Sehingga pertumbuhan ekonomi dan konsumsi dari yang sebelumnya di atas 5% menjadi di bawah 5% itu sebenarnya tanda yang jelas bahwa ada potensi pelemahan daya beli,” tuturnya.
Seiring dengan sentimen-sentimen tersebut, Ibrahim memproyeksikan pada perdagangan pekan depan, Senin (30/12), rupiah bakal bergerak variatif namun ditutup melemah di rentang Rp16.220 sampai dengan Rp16.300.
Sebagai infromasi, Dolar Amerika Serikat (AS) masih berada pada jalur penguatan tahunan nyaris 7% pada Jumat (27/12/2024) karena pelaku pasar mengantisipasi pertumbuhan ekonomi AS yang kuat akan membuat Federal Reserve berhati-hati dalam penurunan suku bunga hingga tahun 2025.
Melansir Reuters, indeks dolar AS yang melacak pergerakan greenback terhadap mata uang utama lainnya menguat 0,08% ke level 108,16, mendekati kenaikan bulanan 2,2% dan berada di jalur untuk menutup tahun ini dengan kenaikan 6,6% sejak awal 2024.
Dolar AS juga menguat 5,5% terhadap yen Jepang dan 11,8% sepanjang 2024, sementara terhadap euro masih mendekati posisi terendah dua tahun.
Awal bulan ini, Ketua Federal Reserve Jerome Powell mengatakan bahwa para pejabat bank sentral AS akan berhati-hati sebalum melakuan pemangkasan suku bunga Fed Fund Rate (FFR) lanjutan pada 2025, setelah kembali memangkas suku bunga acuan tersebut sebesar 25 bps pada pertemuan terakhir tahun ini.
Perekonomian AS juga menghadapi dampak dari Presiden terpilih Donald Trump yang akan mulai menjabat awal 2025. Trump telah mengusulkan deregulasi, pemotongan pajak, kenaikan tarif, dan kebijakan imigrasi yang lebih ketat yang dipandang oleh para ekonom sebagai kebijakan yang pro-pertumbuhan dan inflasi.
Sementara itu, pelaku pasar mengantisipasi bahwa Bank of Japan akan mempertahankan pengaturan kebijakan moneternya yang longgar dan Bank Sentral Eropa akan melakukan penurunan suku bunga lebih lanjut.
Yen pada hari Jumat berada di sekitar level yang terakhir terlihat di bulan Juli, di 157,76 per dolar AS, sementara euro diperdagangkan di US$1,042, sedikit di atas level terendah sekitar US$1,04 yang dicapai pada 18 Desember.
Para pelaku pasar memperkirakan penurunan suku bunga AS sebesar 37 bps pada tahun 2025, tanpa ada penurunan yang sepenuhnya diperhitungkan hingga bulan Juni, di mana pada saat itu ECB diperkirakan akan menurunkan suku bunga deposito sebesar satu poin persentase penuh menjadi 2% karena ekonomi zona euro melambat.