Bisnis.com, JAKARTA – Harga emas dunia diproyeksikan melanjutkan tren penguatan hingga menembus level US$3.600 per troy ounce pada semester II/2025, seiring meningkatnya ketidakpastian global baik dari sisi ekonomi maupun geopolitik.
Analis memperkirakan harga emas bergerak pada kisaran support US$3.319 per troy ounce dan resistance US$3.368. Untuk sepekan ke depan, kisaran harga diproyeksikan berada di support US$3.302 dan resistance US$3.416 per troy ounce.
Ibrahim Assuaibi, Pengamat Mata Uang & Komoditas mengatakan tren bullish emas didorong oleh kombinasi faktor fundamental dan teknikal. Kenaikan Indeks Harga Produsen (IHP) AS pada Juli, yang mencatat lonjakan bulanan tertinggi dalam lebih dari tiga tahun, dinilai akan memperumit langkah Federal Reserve dalam memangkas suku bunga.
Rilis data Indeks Harga Produsen (IHP) Amerika Serikat yang lebih tinggi dari perkiraan membuat keputusan Federal Reserve (The Fed) terkait rencana pemotongan suku bunga pada September menjadi semakin rumit.
Data terbaru menunjukkan IHP naik 0,9% pada Juli 2025, laju bulanan tertinggi dalam lebih dari tiga tahun. Secara tahunan, harga inti—yang mengecualikan pangan dan energi—melonjak menjadi 3,7% dari 2,6% pada Juni, lebih tinggi dari konsensus pasar 3%. Kenaikan ini memunculkan kekhawatiran bahwa biaya produsen akan dialihkan ke konsumen sehingga berpotensi mendorong inflasi lebih lanjut.
Meskipun demikian, taruhan pasar terhadap pemangkasan suku bunga 25 basis poin oleh The Fed pada September masih relatif tinggi. “Namun, peluang pemangkasan yang lebih agresif, yakni 50 basis poin, diperkirakan sirna,” dalam keterangannya dikutip Minggu (17/8/2025).
Baca Juga
Di sisi lain, tensi geopolitik kembali meningkat setelah Presiden AS Donald Trump menyatakan akan mengatur pertemuan trilateral dengan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky dan Presiden Rusia Vladimir Putin. Trump menyebut pertemuan itu akan berlangsung dalam waktu cukup singkat, meski belum ada tenggat yang jelas. Isu utama yang masih menjadi perdebatan adalah pertukaran lahan yang ditolak oleh Kyiv serta jaminan keamanan bagi Ukraina untuk mencegah invasi ulang Rusia.
Sementara itu, dari Asia, rilis data ekonomi Tiongkok memperburuk sentimen global. Pertumbuhan output pabrik melambat ke level terendah dalam delapan bulan, sementara penjualan ritel mencatat pertumbuhan paling lambat sejak Desember. Kondisi ini meningkatkan kekhawatiran perlambatan ekonomi di negara pengguna minyak terbesar kedua dunia, meski produksinya masih menunjukkan peningkatan.