Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rupiah Dibuka Menguat, Sentuh Level Rp16.162 per Dolar AS

Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat dibuka menguat pada Senin (5/8/2024), sejalan dengan indeks dolar yang merosot.
Pegawai merapikan uang rupiah di cash center Bank Mandiri di Jakarta.
Pegawai merapikan uang rupiah di cash center Bank Mandiri di Jakarta.

Bisnis.com, JAKARTA - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat dibuka menguat pada perdagangan awal pekan ini, Senin (5/8/2024). Rupiah dibuka menguat pada level Rp16.162 per dolar AS bersama mata uang Asia lainnya.

Berdasarkan data Bloomberg, rupiah dibuka menguat 0,23% atau 38 poin ke level Rp16.162. Sementara itu, indeks dolar AS terpantau melemah 0,16% ke level 103,04.

Sementara itu, beberapa mata uang kawasan Asia Pasifik dibuka cenderung menguat. Di antaranya adalah yen Jepang yang naik 0,90%, dolar Hong Kong naik 0,27%, won Korea Selatan naik 0,09% persen, dan yuan China menguat 0,26%.

Mata uang lainnya yang dibuka menguat adalah dolar Singapura menguat 0,20%, ringgit Malaysia 1,35%, dan baht Thailand yang dibuka menguat 0,20%. Rupee India menjadi satu-satunya mata uang yang dibuka melemah pagi ini, dengan turun 0,03%.

Direktur Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi memperkirakan mata uang rupiah akan ditutup menguat di rentang Rp16.160-Rp16.230 pada perdagangan hari ini. 

Ibrahim menuturkan fokus pasar saat ini tertuju pada data non-farm payroll sebagai isyarat lebih lanjut tentang ekonomi AS. Pasar tenaga kerja yang mendingin semakin mendorong prospek penurunan suku bunga oleh The Fed

Selain itu menurutnya pasar juga mencermati perkembangan tensi geopolitik di Timur Tengah yang kian memanas, serta keputusan Bank Sentral Jepang (BoJ) yang menaikkan suku bunga sebesar 15 basis poin dan mengatakan berencana untuk menaikkan suku bunga lebih lanjut tahun ini.

Dia menjelaskan indeks manajer pembelian AS yang lemah dan data pasar tenaga kerja meningkatkan kekhawatiran atas perlambatan ekonomi, serta pemotongan suku bunga pada September oleh Federal Reserve berpotensi terlambat bagi ekonomi untuk mencapai soft landing. 

"Data yang lemah juga muncul setelah Federal Reserve menandai potensi penurunan suku bunga pada September, yang membuat pasar hampir sepenuhnya memperkirakan 25 basis poin pada bulan tersebut," ujarnya dalam riset, Jumat (2/8/2024).

Sebagaimana diketahui, The Fed masih mempertahankan suku bunga acuan di level 5,25%-5,5% pada pertemuan FOMC Rabu (31/7/2024) waktu setempat, namun membuka peluang untuk menurunkan biaya pinjaman segera setelah pertemuan berikutnya pada September 2024.

Sementara itu dari sentimen dalam negeri, Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan kondisi deflasi atau menurunnya harga barang-barang yang terjadi dalam 3 bulan berturut-turut tidak dapat disimpulkan sebagai penurunan daya beli masyarakat pada pertengahan tahun ini. 

Deflasi pada Juli 2024 terjadi karena penurunan harga komoditas pangan, mulai dari bawang merah hingga daging ayam ras, akibat pasokan yang cukup di pasar. Menurut hukum penawaran dan permintaan, ketika suplai melimpah dan permintaan tetap, harga akan turun. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper