Bisnis.com, JAKARTA -- Firma audit dan akuntansi EY Indonesia mengatakan sektor material dan energi menjadi pendorong utama aktivitas IPO di Indonesia selama semester I/2024. Kontribusi tertinggi berasal dari dua emiten, PT Ancara Logistics Indonesia Tbk. (ALII) dan PT Adhi Kartiko Pratama Tbk. (NICE).
EY Indonesia mencatat sektor material menghasilkan tujuh IPO, yang secara kolektif mengumpulkan modal sebesar US$119,3 juta. Kontribusi tertinggi berasal dari ALII dan NICE yang mengumpulkan total dana sekitar US$90 juta.
Selanjutnya, sektor energi menjadi kontributor terbesar kedua terhadap aktivitas IPO di Indonesia. Sektor ini menghasilkan empat IPO, dengan total peningkatan modal sebesar US$31,4 juta. PT Citra Nusantara Gemilang Tbk. (CGAS), PT Multi Hanna Kreasindo Tbk. (MHKI), dan PT Atlantis Subsea Indonesia Tbk. (ATLA) menjadi kontributor terbesar dengan mengumpulkan total dana sekitar US$27 juta.
Sektor ritel juga merupakan pendorong utama aktivitas IPO di Indonesia. Hanya dengan dua IPO, sektor ritel mengumpulkan modal sebesar US$29,4 juta, dengan PT Terang Dunia Internusa Tbk. (UNTD) memainkan peran penting, dengan mengumpulkan dana terbesar.
Secara keseluruhan, EY melihat pasar IPO di Indonesia tetap tangguh meskipun terdapat tantangan pasar yang terus berlanjut. EY Indonesia juga mencatat BEI telah mengumumkan bahwa mereka memperkirakan total 60-70 pencatatan baru pada tahun 2024.
Hal tersebut terjadi di tengah pelemahan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengalami penurunan sebesar 7,4% pada paruh pertama 2024. EY melihat penurunan ini disebabkan oleh aktivitas investor asing, dengan penjualan bersih di pasar mencapai US$800 juta.
Baca Juga
Ada berbagai faktor yang berkontribusi terhadap kondisi pasar saat ini, seperti depresiasi rupiah dan pendekatan investor yang bersifat wait and see terhadap penunjukan kabinet baru serta arah kebijakan selanjutnya dari presiden terpilih Indonesia.
Reuben Tirtawidjaja, EY Indonesia Strategy and Transactions Partner mengatakan Indonesia telah menjadi pasar IPO terkemuka di ASEAN pada paruh pertama 2024 dalam hal jumlah perusahaan yang terdaftar. Hal ini menunjukkan ketahanan relatif dibandingkan negara-negara lain di kawasan ASEAN.
"Hingga paruh pertama 2024, telah ada 25 perusahaan yang berhasil melakukan IPO di BEI. Hal ini terjadi di tengah adanya moderasi pasar akibat pemilihan presiden Indonesia yang diadakan pada bulan Februari 2024, yang secara historis menyebabkan perlambatan sementara dalam aktivitas pasar modal," kata Reuben dalam keterangan resminya, Senin (15/7/2024).
Dia melanjutkan kawasan ASEAN yang lebih luas juga mengalami moderasi dalam aktivitas IPO, yang kemungkinan disebabkan oleh meningkatnya tekanan inflasi yang dapat menyebabkan kenaikan suku bunga. Tren ini tidak hanya terjadi di pasar ASEAN, tetapi lanskap IPO global juga mengalami penurunan sebesar 12% YOY dalam jumlah perusahaan yang melakukan IPO.
Sementara itu, EY Global IPO Leader George Chan mengatakan pasar IPO global mencerminkan latar belakang perekonomian yang lebih luas, sekaligus mencari kestabilan di tengah kompleksitas geopolitik dan pemilu. Ketika peluang beralih ke negara-negara maju di Barat, kawasan Asia-Pasifik menghadapi tantangan yang menguji ketangguhannya.
"Perusahaan-perusahaan yang berencana melakukan IPO perlu menunjukkan kemampuan beradaptasi yang lebih tinggi untuk mengambil keputusan strategis yang tepat di tengah lanskap IPO yang terus berkembang," ujar Chan.
Berkaca dari Asia-Pasifik, pasar IPO Asean juga mengalami penurunan volume kesepakatan dan pendapatan. Pada paruh pertama tahun 2024, terdapat total 66 transaksi atau turun 23% YOY, yang menghasilkan US$1,4 miliar atau turun 60% YOY.
Jumlah ini merupakan penurunan tajam dari 86 transaksi yang menghasilkan US$3,4 miliar pada periode yang sama pada tahun 2023.
EY juga mencatat pasar Asean yang paling aktif pada paruh pertama tahun 2024 adalah Indonesia dengan 25 IPO menghasilkan dana sebesar US$250 juta, Malaysia dengan 20 IPO menghasilkan dana sebesar US$475 juta, dan Thailand dengan 17 IPO menghasilkan dana sebesar US$433 juta.
Singapura dan Filipina masing-masing dengan 1 dan 2 IPO di bursa mereka. Masing-masing menghasilkan dana sebesar US$19,5 juta dan US$188 juta.
Adapun EY melihat prospek pasar IPO pada paruh kedua 2024 akan dipengaruhi oleh faktor-faktor utama seperti penurunan suku bunga bank sentral, meningkatnya ketegangan geopolitik, dan siklus pemilu.
George Chan menuturkan ketidakpastian pemilu juga berdampak pada waktu IPO. Beberapa perusahaan mungkin menunda penawaran untuk menghindari dampak hasil pemilu yang tidak dapat diprediksi terhadap stabilitas pasar dan kepercayaan investor, dan lebih memilih untuk menunggu kondisi pasca pemilu yang lebih stabil.
Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.