Bisnis.com, JAKARTA – Dua emiten farmasi di bawah naungan perusahaan pelat merah PT Bio Farma (Persero), PT Indofarma Tbk. (INAF) dan PT Phapros Tbk. (PEHA) membukukan rapor profitabilitas yang berbanding terbalik pada semester I/2025.
Berdasarkan laporan keuangan per 30 Juni 2025, INAF membukukan rugi bersih senilai Rp43,55 miliar pada paruh pertama 2025. Meskipun begitu, rugi bersih INAF menyusut dari Rp101,93 miliar pada semester I/2024.
Rugi bersih itu dibukukan di tengah penurunan pendapatan Indofarma sepanjang Januari-Juni 2025. INAF membukukan pendapatan yang susut 38,90% year on year (YoY) menjadi Rp67,02 miliar pada semester I/2025 dari Rp109,71 miliar pada periode yang sama 2024.
Di sisi lain, PEHA sudah mampu membukukan laba pada paruh pertama 2025 sebesar Rp2,38 miliar. Realisasi itu berbalik positif dari rugi Rp49,46 miliar pada periode yang sama 2024.
Anak usaha PT Kimia Farma Tbk. (KAEF) itu membukukan penjualan senilai Rp458,22 miliar pada paruh pertama 2025, naik 24,50% YoY dari Rp367,81 miliar pada periode yang sama 2024.
Baca Juga : Adu Sehat Emiten Farmasi Paruh Pertama 2025 |
---|
Plt. Direktur Utama Phapros Ida Rahmi menerangkan bertumbuhnya penjualan PEHA pada paruh pertama 2025, disebabkan oleh naiknya pendapatan pada dua segmen penjualan perseroan.
Adapun, salah satu metode Phapros untuk menyudahi kerugian adalah merampingkan portofolio, dengan hanya fokus pada obat-obatan dengan margin yang tinggi.
Ida menerangkan, dari total 200 produk dengan izin edar yang dimiliki Phapros, perseroan hanya fokus pada penjualan terhadap 54 produk.
“Strategi ini berjalan baik, sehingga biaya riset, marketing, dan modal kerja menjadi lebih efisien dan efektif, yang berdampak langsung pada peningkatan EBITDA dan laba bersih PEHA di Semester I tahun ini,” kata Ida dalam keterangan resmi, dikutip Rabu (13/8/2025).
Sementara itu, PT Kimia Farma Tbk. (KAEF) belum menyampaikan laporan keuangan per 30 Juni 2025 karena sedang dalam penelaahan terbatas.
Analis MNC Sekuritas PIK Hijjah Marhama menerangkan, kinerja lesu emiten farmasi pelat merah memiliki banyak faktor. Salah satunya, kompetisi perebutan pasar dengan emiten-emiten farmasi non-BUMN.
Rahma membandingkan kinerja KLBF, SOHO, atau PYFA yang dinilai lebih agresif dalam melakukan distribusi, inovasi, hingga ekspansi. Selain itu, daya beli masyarakat terhadap produk kesehatan di segmen nutrisi dan herbal yang menurun, juga menjadi sentimennya.
Belum lagi, tantangan datang dari penyediaan bahan baku yang lebih banyak diimpor dan bergantung pada fluktuasi rupiah terhadap dolar AS.
"Emiten farmasi BUMN memiliki utilitas pabrik yang belum maksimal, dan portofolio produk yang tidak efisien, seperti KAEF yang memiliki lebih dari 1.000 produk. Ini membuat marginnya tidak bertumbuh karena COGS-nya mahal sekali," katanya kepada Bisnis, Rabu (13/8/2025).
Rahma menilai, pemulihan kinerja emiten farmasi pelat merah, pertama-tama perlu dilakukan melalui perbaikan struktur manajemen perusahaan hingga efisiensi produk. Menurutnya, emiten perlu melakukan efisiensi produk dan memilih produk dengan margin yang tinggi.
Selain itu, restrukturisasi utang farmasi BUMN juga perlu dilakukan untuk melakukan perbaikan bottom line. Terakhir, perluasan jaringan ekspansi dengan beberapa supplier bahan baku obat dan pangsa pasar di luar negeri, menjadi solusi perbaikan lainnya bagi emiten farmasi BUMN.
"Kalau perusahaan farmasi BUMN mampu melakukan hal ini, bisa menjadi katalis perbaikan kinerja. Selain ekspansi tadi, perlu sekali kemitraan strategis dengan rumah sakit," tambahnya.
Dia merekomendasikan saham PEHA, dengan target harga pada level Rp350–Rp380 per lembar. Target itu mencerminkan kenaikan 2,33% hingga 11,11% dari harga PEHA saat ini Rp342 per lembar.
“Secara pergerakan harga saham farmasi BUMN, masih cukup berhati-hati karena likuiditas rendah dan volatilitas yang tidak stabil," tambahnya.
Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.