Bisnis.com, JAKARTA - Bitcoin kembali memikat investor dengan lonjakan harganya yang mencengangkan, melewati level psikologis US$44.000 atau sekitar Rp683 juta. Analis memprediksi harga Bitcoin berpeluang menuju US$45.000 dalam waktu dekat.
Mengutip CoinmarketCap, Sabtu (9/12/2023), harga Bitcoin terpantau naik 2 persen dalam 24 jam dan 14,23 persen dalam sepekan ke posisi US$44.261 per koin. Kenaikan ini merupakan level harga tertinggi dalam lebih dari setahun sejak April 2022.
Trader dari Tokocrypto, Fyqieh Fachrur, memberikan pandangan mengenai faktor-faktor yang bisa mendorong harga Bitcoin lebih tinggi menjelang akhir 2023. Bitcoin terus menanjak hingga mencapai US$44.000, mencatatkan apresiasi yang signifikan pada awal Desember 2023.
Menurut Fyqieh, apresiasi ini didukung oleh beberapa faktor kunci. Pertama, narasi mengenai ETF Bitcoin spot terus menjadi sorotan, dan tekanan dari kebijakan moneter Amerika Serikat mulai mereda, memungkinkan para pemain besar (whale) untuk mendorong harga lebih tinggi.
Selain itu, hal ini menciptakan apa yang dikenal sebagai "Fear of Missing Out (FOMO)" di kalangan investor ritel, yang memperkuat tren akumulasi positif.
"ETF Bitcoin akan menciptakan akses yang lebih besar terhadap Bitcoin bagi lebih banyak investor ritel dan institusi, memberikan peluang untuk terpapar pada aset digital," kata Fyqieh dalam keterangan resmi, dikutip Sabtu (9/12/2023).
Baca Juga
Menurut pandangan Fyqieh, sebagian besar investor optimis bahwa Bitcoin akan mencapai harga yang lebih tinggi menjelang akhir tahun dan akan mengakhiri tahun dengan tren positif.
Banyak yang memprediksi bahwa Bitcoin akan mencapai kembali All-Time High (ATH) yang terjadi pada 2021 dalam waktu dekat. Meskipun begitu, untuk mencapai ATH mungkin tidak akan terjadi begitu saja.
"Mungkin Bitcoin tidak akan mencapai rekor tertinggi [ATH] dalam 'satu kali jalan', terutama mengingat faktor seperti halving yang akan datang. Selain itu, jika belum ada proposal ETF yang disetujui, Bitcoin mungkin mengalami koreksi," ujarnya.
Dalam hal ini, Komisi Sekuritas dan Bursa Amerika (SEC) diperkirakan akan mengambil keputusan mengenai proposal ETF Bitcoin spot yang diajukan oleh beberapa institusi keuangan tradisional seperti BlackRock, Ark Invest, dan 21Shares pada awal 2024.
Meskipun SEC awalnya menolak proposal tersebut dengan alasan kekhawatiran akan keamanan investor dan potensi manipulasi pasar kripto, kini tampaknya semakin mungkin bahwa ETF Bitcoin spot pertama akan diperdagangkan di bursa utama Amerika Serikat pada 2024.
Selain itu, keputusan Federal Reserve (The Fed) untuk mulai menurunkan suku bunga dari level tertinggi dalam 22 tahun pada paruh pertama pada 2024 juga dapat mempengaruhi Bitcoin dan aset berisiko lainnya.
Ekspektasi penurunan suku bunga AS sebesar setidaknya 25 basis poin (bps) pada bulan Maret sekitar 60 persen, menurut FedWatch Tool CME, yang meningkat dari sedikit lebih dari 50 persen minggu sebelumnya.
Pertemuan kebijakan The Fed berikutnya akan diadakan pada 12-13 Desember, dan diperkirakan akan mempertahankan suku bunga saat ini.
Secara keseluruhan, Fyqieh menyimpulkan berdasarkan analisis di atas, target harga Bitcoin hingga akhir tahun 2023 kemungkinan berada dalam kisaran US$40.000 hingga US$45.000.
"Perlu diingat bahwa ini hanyalah perkiraan, dan harga Bitcoin dapat berfluktuasi tergantung pada faktor-faktor yang mempengaruhinya di masa mendatang," tambahnya.
Lebih lanjut, Fyqieh juga berpendapat bahwa persetujuan ETF Bitcoin spot dapat menjadi pemicu besar bagi lonjakan Bitcoin pada 2024. Selain itu, Bitcoin kemungkinan akan mengalami peristiwa halving berikutnya pada April 2024, yang menurut beberapa ahli dapat mendorong harga Bitcoin lebih tinggi lagi.
Secara historis, harga Bitcoin cenderung mencapai titik terendah dalam siklus setahun sebelum halving dan menguat selama lebih dari setahun setelah halving. Jika pola ini berulang pada 2024, maka harga Bitcoin bisa mencapai ATH baru pada paruh pertama 2025.