Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kilau Harga Emas Hari Ini Makin Terang, Data Inflasi AS Jadi Katalis

Kilau harga emas akan semakin mentereng hari ini berkat pelambatan pada data inflasi AS yang berpotensi membungkam seruan hawkish dari The Fed.
Pandu Gumilar,Redaksi
Pandu Gumilar & Redaksi - Bisnis.com
Rabu, 15 November 2023 | 05:30
Karyawan menunjukan emas di Galeri 24 Pegadaian, Jakarta, Selasa (22/8/2023). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti
Karyawan menunjukan emas di Galeri 24 Pegadaian, Jakarta, Selasa (22/8/2023). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti

Bisnis.com, JAKARTA – Kilau harga emas akan semakin mentereng hari ini berkat pelambatan pada data inflasi AS yang berpotensi membungkam seruan hawkish dari The Fed. 

Analis DCFX Andrew Fischer menyatakan pergerakan harga emas akan dipengaruhi oleh hasil data inflasi. Jika data inflasi lebih tinggi dari perkiraan, harga emas kemungkinan turun karena kemungkinan naiknya suku bunga AS akan meningkat. Sebaliknya, jika data inflasi sesuai perkiraan, yakni 3,3% atau lebih rendah, harga emas cenderung naik.

“Kenaikan suku bunga AS akan mengurangi daya tarik emas batangan sebagai investasi, karena emas tidak memberikan imbal hasil.” jelas Fischer.

Sementara itu, kenaikan suku bunga akan membuat dolar AS semakin kuat, dan harga emas sulit dijangkau. Saat ini, pasar memperkirakan dengan tinggi kepastian sebesar 86%, bahwa The Fed akan mempertahankan suku bunga di kisaran 5,25-5,5% pada bulan Desember mendatang.

Tidak hanya data inflasi, pergerakan harga emas pun dipengaruhi faktor lain. Seperti pekan lalu, di mana harga emas turun 3% karena permintaan safe-haven yang didorong oleh konflik Timur tengah mulai mereda.

Pada perdagangan Senin (13/11/2023), harga emas di pasar spot menguat sebesar 0,47%, mencapai posisi US$ 1.945,89 per troy ons. Sementara, pada Selasa (14/11/2023), harga emas di pasar spot membuka perdagangan dengan kenaikan sebesar 0,21%, mencapai posisi US$ 1.950,05 per troy ons.

“Kenaikan harga emas ini terjadi seiring dengan pelemahan dolar pada Senin, dan investor sedang menantikan data inflasi utama AS yang dirilis.” ungkap Fischer.

Berdasarkan data Reuters, indeks harga konsumen tidak berubah mengikuti kenaikan 0,4% di bulan September. Harga bensin turun 5,0%, mengimbangi kenaikan biaya akomodasi sewa yang terus meningkat. Harga di SPBU naik 2,1% pada bulan September.

Harga pangan naik 0,3% setelah naik 0,2% dalam tiga bulan sebelumnya. Inflasi bahan makanan meningkat 0,3%, didorong oleh kenaikan harga daging, ikan, dan telur. Produk sereal dan roti harganya lebih mahal, sementara harga buah dan sayur tidak berubah.

Dalam 12 bulan hingga Oktober, CPI naik 3,2% setelah naik 3,7% di bulan September. Ekonom yang disurvei oleh Reuters memperkirakan CPI naik 0,1% pada bulan ini dan meningkat 3,3% pada basis tahun ke tahun.

Meskipun kenaikan harga konsumen secara tahunan telah turun dari puncaknya sebesar 9,1% pada Juni 2022, tren disinflasi telah terhenti dalam beberapa bulan terakhir dengan latar belakang perekonomian yang kuat dan didukung oleh pasar tenaga kerja yang relatif ketat. Inflasi terus berjalan di atas target The Fed sebesar 2%.

(Daffa Naufal Ramadhan)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Pandu Gumilar & Redaksi
Editor : Pandu Gumilar
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper