Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rupiah Terus Dijegal Dolar AS, Ini Sektor Saham yang Dirugikan

Beberapa sektor saham ikut dirugikan oleh pelemahan rupiah terhadap dolar AS yang turun 0,38 persen ke Rp15.933.
Warga mengakses data saham melalui aplikasi IDX Mobile di Cibinong, Kab. Bogor, Jawa Barat, Selasa (1/8/2023). Bisnis/Suselo Jati
Warga mengakses data saham melalui aplikasi IDX Mobile di Cibinong, Kab. Bogor, Jawa Barat, Selasa (1/8/2023). Bisnis/Suselo Jati

Bisnis.com, JAKARTA – Rupiah kembali melemah 0,38 persen ke Rp15.933 per dolar Amerika Serikat (AS) pada pukul 16.22 WIB hari ini, Senin (23/10/2023). Beberapa sektor saham ikut dirugikan oleh pelemahan rupiah.

Hari ini, pada pukul 13.47 WIB, rupiah melemah 0,44 persen atau 69,50 poin ke Rp15.942 per dolar AS. Sementara itu, indeks dolar AS yang mengukur kekuatan greenback menguat 0,09 persen atau 0,10 poin ke 106,26.

Sementara itu, pada penutupan perdagangan hari ini, IHSG anjlok 1,57 persen atau 107,20 poin ke level 6741,94. Kapitalisasi pasar terpantau menjadi Rp10.476 triliun.

Research Analyst Infovesta Kapital Advisori Arjun Ajwani mengatakan, koreksi IHSG pagi ini disebabkan oleh pelemahan rupiah.

“Kenaikan yield obligasi di AS yang sempat menyentuh level 5 persen membuat rupiah tertekan sekarang Rp15.940. Ini bisa mendorong BI kembali menaikan suku bunga lagi lebih lanjut.” ungkap Arjun kepada Bisnis, Senin (23/10/2023).

Arjun juga menjelaskan, pada penutupan perdagangan sesi I hari ini, semua indeks sektoral maupun energi, keuangan, transportasi mengalami pelemahan.

“Semua indeks sektoral mencatat imbal hasil yang negatif, jadi semua saham dapat dampak yang negatif pelemahan rupiah dan kenaikan yield obligasi, terlepas dari sektornya.” tambah Arjun.

Dihubungi secara terpisah, Investment Analyst Stockbit Sekuritas Hendriko Gani mengungkapkan, saham-saham yang relatif menggunakan bahan-bahan impor akan terdampak dengan pelemahan rupiah.

“Contohnya adalah sektor consumer goods yang mengimpor bahan baku dari luar negeri, ataupun beberapa emiten retailers yang impor bahan dagangannya dari luar negeri. Selain itu, beberapa sektor yang memiliki banyak utang dalam denominasi mata uang asing tetapi pendapatan dalam rupiah juga berpotensi mengalami kerugian.” jelas Hendriko kepada Bisnis, Senin (23/10/2023).

Hal tersebut terjadi karena emiten-emiten itu biasanya membayar supplier dalam mata uang asing, sementara pendapatan dari konsumen dalam negeri adalah rupiah. Sehingga, mereka tidak memiliki kekuatan untuk menaikan harga jual mereka dalam rupiah, untuk meneruskan beban bahan baku mereka akibat pelemahan rupiah.

“Namun, apabila emiten berhasil menaikan harga jual mereka untuk pass on beban tersebut, tapi jumlah pelanggan yang datang tidak berkurang, emiten berpotensi memperkecil tekanan akibat kenaikan dollar tersebut.” pungkas Hendriko. 

Sementara itu, Senior Investment Information Mirae Asset Sekuritas Nafan Aji Gusta menjelaskan bahwa BI mencermati kondisi tingkat depresiasi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Ke depannya, BI pasti akan melakukan adjustment.

Pergerakan rupiah saat ini juga dipengaruhi oleh keputusan BI yang menaikkan suku bunga acuan ke level 6 persen. Kenaikan tersebut diputuskan untuk menjaga kestabilan rupiah.

“Sektor yang akan mendapatkan keuntunga dari kenaikan suku bunga BI terkait dengan sektor finansial. Karena ini tentunya akan berpotensi, selain meningkatkan spread bunga, ini juga akan membuat net interest margin secara relatif meningkat, jadi ada margin bunga bersih,” ungkapnya.

Namun, efek negatifnya berdampak kepada para konsumer yang membutuhkan kredit baru. Di mana beban kredit dari consumer tersebut bisa lebih tinggi dibandingkan jika BI menetapkan tingkat suku bunga yang masih relatif rendah.

“Saat ini para pelaku investor akan terus mencerna terkait dengan kebijakan pengetatan moneter yang dilakukan The Fed ke depannya, dan juga minim potensi terjadinya penerapan soft landing policy, kalau kita mengacu pada The Fed's dot plot yang dirilis bulan September.” jelas Nafan.

Nafan menjelaskan, tidak ada saham yang perlu dihindari saat ini. Kalau secara sektoral, noncyclicals, cyclicals, maupun financials masih relatif tertinggal atau lagging, tapi tetap bisa dimasukkan ke dalam daftar pemantauan.

Beberapa saham rekomendasi Nafan adalah BBCA accumulate dengan target harga Rp9.700. Selanjutnya saham BBRI dan BMRI yang masing-masing accumulate dengan target harga Rp5.575 dan Rp5.900—Rp6.200. (Daffa Naufal Ramadhan)

Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Redaksi
Editor : Pandu Gumilar
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper