Bisnis.com, JAKARTA – Nilai tukar rupiah terus mengalami pelemahan hingga mendekati Rp16.000. Hal tersebut bakal menjadi pisau bermata dua bagi sejumlah saham, sebab ada yang diuntungkan dan dirugikan.
Pada penutupan perdagangan hari Jumat (20/10/2023), nilai tukar rupiah melemah ke posisi Rp15.872 per dolar Amerika Serikat (AS). Terdapat sejumlah sektor saham yang diuntungkan, tapi tidak sedikit juga yang dirugikan oleh pelemahan rupiah.
Berdasarkan data Bloomberg pada Jumat (20/10/2023) pukul 15.15 WIB, rupiah ditutup melemah ke Rp15.872 atau 0,36 persen. Angka tersebut turun dari posisi pada pembukaan perdagangan hari sebelumnya, Kamis (19/10/2023) sebesar Rp15.845 per dolar Amerika Serikat (AS).
Adapun pada hari ini, Senin (23/10/2023) pukul 12.50 WIB, rupiah mengalami pelemahan sebesar 0,48 persen ke Rp15.948.
Sementara itu, pada penutupan perdagangan Sesi I hari ini, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) turun 1,26 persen atau 86,20 poin ke level 6.762,96. Kapitalisasi pasar terpantau menjadi Rp10.508 triliun.
IHSG bergerak pada rentang 6.730,87 sampai 6.853,44. Terpantau 128 saham menguat, 419 saham melemah, dan 172 saham berada dalam posisi stagnan.
Baca Juga
Head of Equity Trading MNC Sekuritas Frankie WP mengatakan pelemahan rupiah memiliki pola yang sama dengan kenaikan suku bunga acuan oleh Bank Indonesia (BI). Di mana BI menaikkan suku bunga acuan ke level 6 persen pada Rapat Dewan Gubernur (RDG) periode 18-19 Oktober 2023.
“Untuk pelemahan rupiah sendiri juga satu pola dengan kenaikan suku bunga. Adapun sektor yang diuntungkan dari pelemahan rupiah adalah sektor yang memiliki porsi ekspor yang besar. Utamanya adalah sektor komoditas.” kata Frankie kepada Bisnis, Senin (23/10/2023).
Beberapa sektor komoditas di antaranya adalah batu bara, minyak dan gas, serta minyak sawit atau crude palm oil (CPO). Beberapa saham dari sektor itu seperti PT Adaro Energy Indonesia Tbk. (ADRO), PT Bayan Resources Tbk. (BYAN), PT Indo Tambangraya Megah Tbk. (ITMG), dan PT Smart Tbk. (SMAR).
“Sebaliknya, perusahaan yang memiliki porsi impor yang besar bakal tertekan imbas dari pelemahan rupiah. Seperti sektor Industri dasar dan kimia, elektronik dan otomotif, serta beberapa bahan baku penting lainnya seperti gandum dan jagung.” tambah Frankie.
Frankie menjelaskan, pelemahan rupiah juga berdampak pada emiten yang memiliki utang dalam mata uang asing. Sehingga, hal tersebut mengakibatkan kenaikan pada beban selisih kurs.
Dihubungi secara terpisah, Direktur Asosiasi Riset dan Investasi Pilarmas Investindo Maximilianus Nico Demus menyebutkan sektor saham yang tidak diuntungkan karena pelemahan rupiah.
“Sektor yang tidak diuntungkan oleh pelemahan rupiah adalah sektor berbasis impor dan farmasi, di mana bahan bakunya masih 80—90 persen impor.” ujar Nico kepada Bisnis, Senin (23/10/2023). (Daffa Naufal Ramadhan)