Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Aset Emerging Market Reli Awal Pekan, Rupiah Pimpin Penguatan di Asia

Aset emerging market menguat, dipimpin rupiah, di tengah pelemahan dolar AS dan ekspektasi penurunan suku bunga The Fed.
Pegawai menunjukan mata uang dolar Amerika Serikat (AS) dan rupiah di Jakarta, Senin (16/6/2025). Bisnis/Himawan L Nugraha
Pegawai menunjukan mata uang dolar Amerika Serikat (AS) dan rupiah di Jakarta, Senin (16/6/2025). Bisnis/Himawan L Nugraha

Bisnis.com, JAKARTA – Aset mata uang maupun saham di pasar negara berkembang (emerging market) reli di tengah-tengah pelemahan dolar AS. Adapun, pelaku pasar kini fokus ke rilis data ekonomi AS yang berpotensi menambah ekspektasi pemangkasan suku bunga oleh Bank Sentral AS (The Fed).

Dari kawasan Asia, mata uang rupiah memimpin penguatan. Sementara dari keseluruhan negara berkembang, leu Rumania dan koruna Ceko mencatat kinerja tertinggi atau outperform juga ditopang oleh perundingan AS-Rusia.

Berdasarkan data Bloomberg, tolok ukur dari indeks MSCI untuk mata uang negara berkembang sedikit menguat terhadap greenback, sementara indeks MSCI untuk saham pasar negara berkembang naik 0,2%.

Para pelaku pasar juga menanti kepastian mengenai perpanjangan gencatan senjata dagang antara AS dan China, dengan kesepakatan awal yang dijadwalkan berakhir pada Selasa (12/8/2025)

Fiona Lim, ahli strategi mata uang senior di Maybank, mengatakan kebanyakan mata uang Asia sedang menunggu petunjuk baru dari laporan CPI AS untuk bulan Juli yang akan dirilis besok.

"Pejabat The Fed belakangan ini cenderung lebih dovish, dan pasar kini hampir sepenuhnya memperkirakan akan ada penurunan suku bunga sebesar 25 basis poin pada bulan September. Hal ini bisa menjadi faktor pendukung bagi sebagian besar mata uang Asia, kecuali Jepang," kata Lim di Singapura, dikutip Bloomberg, Senin (11/8/2025).

Adapun, mata uang negara berkembang di Asia mendapat tenaga dari pengumuman gencatan senjata selama 90 hari antara AS dan China terkait tarif.

Para pelaku pasar juga menantikan sikap yang lebih dovish dari The Fed, perkembangan hubungan dagang AS-China, serta pembicaraan antara AS dan Rusia yang dijadwalkan berlangsung akhir pekan ini sebagai pemicu potensial bagi reli berikutnya pada aset pasar negara berkembang.

John Woods, CIO Asia Lombard Odier, melihat The Fed kemungkinan akan memangkas suku bunga sebanyak tiga kali tahun ini, bukan hanya dua kali, dengan pemangkasan pertama pada bulan September.

"Secara keseluruhan, ini kemungkinan berdampak negatif bagi dolar AS, dan pada akhirnya bisa menjadi sentimen positif bagi pasar negara berkembang," tuturnya.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Dwi Nicken Tari
Editor : Dwi Nicken Tari
Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro