Bisnis.com, JAKARTA — Emiten barang konsumer PT Kino Indonesia Tbk. (KINO) melaporkan penurunan kinerja selama periode sembilan bulan di 2022. Tekanan bahan baku membuat bottom line KINO berada di posisi negatif.
Sepanjang Januari—September 2022, produsen minuman penyegar Cap Kaki Tiga itu membukukan penjualan bersih sebesar Rp2,83 triliun. Realisasi tersebut turun 3,3 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp2,93 triliun.
Beban pokok penjualan KINO menunjukkan kenaikan lebih tinggi, yakni 13,3 persen secara tahunan (year on year/yoy) dari Rp1,55 triliun menjadi Rp1,76 triliun. Hal ini membuat laba kotor KINO turun menjadi hanya Rp1,07 triliun dibandingkan dengan Rp1,37 triliun di periode yang sama pada 2021.
Penurunan laba kotor diikuti dengan turunnya margin kotor (gross margin) dari 47 persen pada Januari—September 2021 menjadi 37,8 persen pada Januari—September 2022.
Sementara itu, posisi bottom line KINO berbalik membukukan rugi bersih Rp245,78 miliar dibandingkan dengan laba bersih Rp82,80 miliar pada tahun lalu.
Direktur Kino Indonesia Budi Muljono mengatakan penurunan tersebut disebabkan oleh kenaikan harga bahan baku. Dari kalkulasi yang dilakukan KINO, harga rata-rata 100 bahan baku yang dipakai perusahaan selama Januari—September 2022 telah naik 34 persen dibandingkan dengan posisi Januari 2021. Di sisi lain, KINO tidak bisa meneruskan seluruh kenaikan biaya produksi ke harga jual produk di level konsumen.
Baca Juga
“Kami Sudah melakukan evaluasi harga, efisiensi dari sisi manufacturing, tetapi ada batas persentase kenaikan biaya produksi yang bisa bisa di-pass on ke konsumen. Tidak mungkin kami naikkan harga jual 34 persen,” kata Budi dalam public expose, Rabu (23/11/2022).
Turunnya margin laba juga dipicu oleh perubahan struktur kontribusi segmen produk KINO. Budi menjelaskan kontribusi terbesar pendapatan sebelum pandemi berasal produk perawatan (personal care) dengan jumlah mencapai 50 persen. Pada saat yang sama, segmen ini juga menjadi penyumbang laba kotor terbesar dengan persentase mencapai 55—60 persen.
“Namun saat pandemi segmen ini juga yang paling terimbas. Kontribusinya terhadap total penjualan selama Januari—September 2022 hanya 33 persen dibandingkan dengan 40 persen di periode yang sama tahun lalu,” katanya.
Di sisi lain, kontribusi produk dari segmen minuman justru meningkat dari yang mulanya 38 persen sepanjang 2020 dengan nilai Rp1,52 triliun menjadi 47 persen atau Rp1,86 triliun pada 2021. Sampai akhir September 2022, kontribusi produk minuman pada total penjualan mencapai 56 persen.
“Jadi sektor yang menyumbang gross margin tinggi masih terdampak pandemi, sementara yang lebih rendah justru mencetak rekor penjualan,” kata dia.