Bisnis.com, JAKARTA — Nilai tukar rupiah yang melemah terhadap dolar Amerika Serikat telah mencapai Rp15.000. Investor diharapkan cermat terhadap saham dengan impor bahan baku besar seperti farmasi.
Berdasarkan data Bloomberg, nilai tukar rupiah sempat menyentuh Rp15.000 sebelum ditutup melemah 0,04 persen atau 5,5 poin sehingga parkir di posisi Rp14.999 per dolar AS.
Head of Research Jasa Utama Capital Sekuritas Cheryl Tanuwijaya mengataan saham sektor farmasi dengan ketergantungan impor yang besar untuk bahan bakunya menjadi yang dirugikan dalam situasi ini.
Di sisi lain, sektor energi dan industri dasar menjadi yang paling diuntungkan dengan pelemahan rupiah, mengingat porsi ekspornya yang besar.
Senada, Head of Equity Trading MNC Sekuritas Medan Frankie Wijaya Prasetyo mengatakan rupiah cenderung memiliki performa yang lebih baik dibandingkan dengan banyak mata uang lain. Namun risiko resesi global masih menjadi faktor yang memicu kekhawatiran pasar mengenai ekonomi ke depan
“Namun hal sebaliknya akan dialami emiten yang lebih banyak mengimpor, khususnya bahan baku untuk produksi, seperti emiten kimia dan produk turunan petrokimia. Juga emiten-emiten yang memiliki utang yang besar dalam mata uang asing, khususnya dolar AS,” jelasnya, dikutip Kamis (7/7/2022).
Baca Juga
Chief Economist Bank Permata Josua Pardede menjelaskan pelemahan rupiah didorong oleh kekhawatiran terkait pertumbuhan ekonomi China. Ekspektasi terhadap pertumbuhan ekonomi China turun setelah Shanghai kembali melakukan tes massal Covid-19.
Dia memperkirakan pelemahan nilai tukar cenderung bersifat jangka menengah dan rupiah berpotensi menguat secara gradual pada Agustus karena proyeksi kebijakan yang less hawkish dari Fed seiring dengan mulai melambatnya ekonomi AS.
“Rupiah diperkirakan mampu memangkas pelemahannya pada akhir tahun terutama akibat dimulainya peningkatan suku bunga Bank Indonesia,” katanya.