Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Suku Bunga Acuan Tetap, Bagaimana Dampaknya ke Pasar Obligasi Indonesia?

Kebijakan suku bunga BI dinilai akan membuat instrumen obligasi tetap menarik. Hal ini seiring dengan imbal hasil surat utang pemerintah yang tergolong stabil di tengah volatilitas yang terjadi.
Pialang memperhatikan Yield SUN Indonesia/Antara-Prasetyo Utomo
Pialang memperhatikan Yield SUN Indonesia/Antara-Prasetyo Utomo

Bisnis.com, JAKARTA – Pemberlakuan kebijakan suku bunga rendah yang dilanjutkan oleh Bank Indonesia diyakini akan berimbas positif bagi pasar obligasi Indonesia.

Sebelumnya, Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI) yang diadakan pada 24-25 Mei 2021 memutuskan untuk mempertahankan suku bunga acuan atau BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) pada level 3,5 persen.

Di samping itu, BI juga memutuskan untuk mempertahankan suku bunga Deposit Facility sebesar 2,75 persen, dan suku bunga lending facility sebesar 4,25 persen.

Terkait hal tersebut Associate Director Fixed Income Anugerah Sekuritas Ramdhan Ario Maruto menuturkan, kebijakan tersebut dinilai akan membuat instrumen obligasi tetap menarik. Hal ini seiring dengan imbal hasil surat utang pemerintah yang tergolong stabil di tengah volatilitas yang terjadi.

“Potensi return masih lebih tinggi dibandingkan instrumen lain, sehingga masih sangat atraktif bagi investor,” katanya saat dihubungi pada Rabu (26/5/2021).

Menurut Ramdhan, kondisi pasar surat utang Indonesia juga didukung oleh mulai melandainya pergerakan yield US Treasury atau Obligasi AS. Sentimen ini akan membuat investor cenderung lebih melirik emerging market seperti Indonesia.

Dari sisi domestik, optimisme pemerintah Indonesia terkait pemulihan ekonomi tahun ini juga akan berperan dalam penguatan pasar obligasi. Hal tersebut akan mengirimkan sinyal positif bagi investor untuk kembali masuk ke obligasi Indonesia.

Ramdhan melanjutkan, optimisme pemulihan ekonomi Indonesia didukung oleh tren positif yang terjadi di sejumlah negara tetangga. Ramdhan mencontohkan, Singapura telah mencatatkan pertumbuhan ekonomi yang positif kendati belum mencapai target.

“Kondisi ekonomi makro Indonesia juga cenderung stabil walaupun belum menguat secara signifikan. Ini akan menjadi hal positif lainnya yang menjadi pertimbangan para investor,” jelasnya.

Dengan kondisi pasar obligasi yang cenderung kondusif, Ramdhan mengatakan potensi penguatan imbal hasil di sisa tahun 2021 masih sangat terbuka. Apalagi, lanjutnya, masih banyak investor asing yang belum kembali masuk ke Indonesia.

Ramdhan memaparkan, sejauh ini pasar surat utang Indonesia ditopang oleh keberadaan investor domestik, terutama dari sektor perbankan. Hal ini seiring dengan belum optimalnya fungsi intermediary yang biasanya dijalankan perbankan.

“Hal tersebut membuat perbankan membutuhkan instrumen yang aman untuk menaruh dananya secara sementara,” katanya.

Peran investor domestik membuat pasar obligasi Indonesia tetap memiliki likuiditas yang melimpah meskipun ditinggal oleh investor asing. Ia mengatakan, apabila kondisi perekonomian mulai kembali stabil, investor asing akan perlahan kembali ke surat utang Indonesia.

“Imbasnya, pasar obligasi kita akan semakin dilirik oleh para pemilik modal,” lanjutnya.

Kedepannya, Ramdhan mengatakan pasar juga akan mencermati sentimen pandemi virus corona yang belakangan kembali meningkat. Selain itu, proses vaksinasi juga akan berimbas pada kondisi pasar surat utang Indonesia.

Ramdhan memperkirakan, tingkat imbal hasil obligasi Indonesia dapat kembali menyentuh level 6 persen hingga 6,2 persen di sisa tahun 2021.

Senada, Head of Fixed Income Research BNI Sekuritas Ariawan mengatakan, seiring dengan melandainya pergerakan yield US Treasury , pasar obligasi Indonesia akan kian menarik di mata investor. Hal tersebut akan berimbas pada kenaikan aliran dana asing ke Indonesia.

Hal tersebut juga ditambah dengan prospek gelontoran stimulus dari beberapa negara seperti Amerika Serikat dan China. Banyaknya stimulus berimbas pada kenaikan likuiditas global yang juga turut berdampak pada potensi kenaikan inflow asing ke pasar SUN Indonesia.

Ariawan melanjutkan, yield SUN Indonesia juga masih berpeluang menyentuh level 6 persen hingga akhir tahun ini. Selain tingginya tingkat likuiditas global, prospek penguatan imbal hasil juga didukung oleh tren suku bunga rendah yang diterapkan bank sentral di dunia, termasuk Indonesia.

Ia memaparkan, aliran dana asing yang semakin deras akan turut berdampak baik bagi nilai tukar mata uang rupiah. Dengan kombinasi sentimen tersebut, ia memprediksi inflow asing ke pasar obligasi Indonesia akan semakin deras.

“Setelah volatilitas pasar dan tekanan jual semakin rendah pada paruh kedua tahun ini, aliran dana akan bergerak secara signifikan,” pungkasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper