Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Daya Tarik Imbal Hasil SUN Dapat Dukungan dari Kebijakan BI

Kebijakan moneter Bank Indonesia bisa menjadi katalis untuk menjaga level imbal hasil obligasi Indonesia yang masih dibayangi kenaikan obligasi negara AS.
Pialang memperhatikan Yield SUN Indonesia/Antara-Prasetyo Utomo
Pialang memperhatikan Yield SUN Indonesia/Antara-Prasetyo Utomo

Bisnis.com, JAKARTA—Kebijakan Bank Indonesia yang mempertahankan suku bunga acuan di level 3,50 persen dinilai tepat untuk menopang pasar obligasi Indonesia.

Head of Economic Research Pefindo Fikri C. Permana mengatakan keputusan Bank Indonesia sebagai upaya untuk menjaga suku bunga di level rendah di saat beberapa negara mulai meningkatkan suku bunga mereka.

Adapun hal ini juga menjadi katalis untuk menjaga level yield atau imbal hasil obligasi Indonesia yang masih dibayangi kenaikan obligasi negara AS atau US Treasury terutama yang bertenor 10 tahun ke atas.

“Jadi meski mempertahankan suku bunga, BI mengatakan masih akan melakukan intervensi kalau yield US Treasury yang diikuti yield SUN kemungkinan akan naik,” ujar Fikri ketika dihubungi Bisnis, Rabu (26/5/2021)

Di sisi lain, Fikri menilai BI masih cukup optimistis dengan kondisi fundamental Indonesia. Ini juga sesuai dengan ekspektasi para pelaku pasar yang memang memperkirakan suku bunga acuan BI masih akan ada di level 3,50 persen dalam jangka pendek—menengah.

Adapun, selain suku bunga acuan, Fikri menyebut ada beberapa sentimen lainnya terkait pasar obligasi domestik yang dapat diperhatikan pelaku pasar.

Dari dalam negeri, Fikri mengatakan yield SUN Indonesia masih akan tetap kompetitif jika tingkat inflasi masih berada dalam rentang proyeksi Bank Indonesia. Bank sentral sendiri memperkirakan inflasi pada Mei 2021 sebesar 0,33 persen month on month (MoM).

Kemudian, daya tarik lelang juga dapat menjadi gambaran positif pasar obligasi, yang mana pada lelang SUN perdana pascalibur Lebaran ini, jumlah penawaran yang masuk mencapai Rp78,16 triliun, tumbuh 48 persen dari lelang SUN sebelumnya.

“Artinya likuiditas dalam negeri cukup baik,”kata Fikri lagi.

Selain itu, daya tarik investor luar negeri terhadap pasar Indonesia juga akan menjadi perhatian di tengah pergerakan rupiah yang cenderung stabil. Pun, pilihan kebijakan pemerintah untuk instrumen utang juga akan memengaruhi pasar.

“Kita lihat pemerintah kan sudah menerbitkan Samurai Bonds, lalu apalagi selanjutnya? Mungkin dari SBN Ritel, SUN. Ini akan jadi penting karena ada ketakutan ruang fiskal tahun ini tidak cukup lebar karena pajak juga belum optimal,” tuturnya.

Sementara dari sisi global, pergerakan US Treasury masih patut dicermati mengingat kondisi pasar AS masih volatil yang pasti akan memengaruhi pasar obligasi dalam negeri. Di saat yang sama, faktor geopolitik dan harga komoditas juga menjadi perhatian.

“Secara langsung konflik yang sedang terjadi memang hanya Israel—Palestina, tapi sekarang China mulai ambil bagian, pasang badan untuk Palestina. Ini pasti untuk kepentingan politik juga jadi perlu diantisipasi konflik ini akan merembet he hal-hal lain,” pungkasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper