Bisnis.com, JAKARTA — Emiten produsen mi instan Indomie, PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk. berencana merilis obligasi global berdenominasi dolar Amerika Serikat.
Dalam surat perseroan kepada Otoritas Bursa, emiten bersandi ICBP ini menyebutkan bahwa perseroan tengah melakukan persiapan rencana penawaran umum atas efek bersifat utang dalam mata uang dolar AS yang akan ditawarkan para investor di luar Indonesia atau obligasi global.
“Hasil perolehan bersih dari rencana Penawaran Umum Obligasi Global tersebut akan digunakan untuk membiayai pembayaran kembali sebagian pinjaman bank sehubungan dengan akuisisi Pinehill Company Limited,” demikian jelas Corporate Secretary ICBP Gideon A Putro, seperti dikutip Bisnis, Rabu (26/5/2021)
Adapun perseroan telah memperoleh hasil pemeringkatan dengan peringkat Baa3 dan BBB-, masing-masing dari Moody’s Investor Service dan Fitch Ratings.
Dalam pelaksanaan proses Rencana Penawaran Umum Obligasi Global tersebut, perseroan telah menunjuk joint bookrunners antara lain UBS AG, Singapore Branch; Deutsche Bank AG, Singapore Branch; Mizuho Securities (Singapore) Pte. Ltd., SMBC Nikko Capital Market Limited; dan Mandiri Securiteis Pte. Ltd.
Seperti diketahui, bahwa pada akhir bulan Agustus 2020, ICBP telah menyelesaikan transaksi akuisisi seluruh saham yang diterbitkan Pinehill Company Limited (PCL).
Baca Juga
Dengan adanya aksi korporasi itu maka laporan keuangan PCL dikonsolidasikan ke dalam kinerja keuangan perseroan untuk periode yang berakhir pada tanggal 30 September 2020, di mana perseroan mencatat penjualan dan laba dari PCL untuk bulan September atau selama 1 bulan.
Perseroan mencatatkan kenaikan pos liabilitas sebesar 352,46 persen dari posisi Rp12,04 triliun pada akhir 2019 menjadi Rp54,47 triliun pada September 2020. Kenaikan itu disebabkan oleh utang bank untuk akuisisi PCL yang meningkat hingga Rp32,04 triliun.
Hal ini sejalan dengan peningkatan ekuitas sebesar 78,8 persen dari hanya Rp26,67 triliun pada 2019 menjadi Rp47,69 triliun pada akhir September tahun ini. Capaian itu diakibatkan oleh ekuitas yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk untuk kepentingan non pengendali yang melonjak hingga Rp20,7 triliun.
Dengan demikian, aset perseroan naik signifikan 163,91 persen dibandingkan akhir 2019 menjadi Rp102,16 triliun.