Bisnis.com, JAKARTA – Investor yang tertarik untuk masuk pada reksa dana campuran disarankan untuk mengetahui aset dasar mayoritas pada masing-masing produk yang ada.
Presiden Direktur Sucorinvest Asset Management Jemmy Paul Wawointana mengatakan, kinerja reksa dana campuran memang cukup sulit untuk diukur mengingat komposisi aset dasarnya yang cukup variatif. Menurutnya, performa aset reksa dana campuran memang amat bergantung pada kemampuan Manajer Investas (MI) dalam memilih aset kelas.
“Reksa dana campuran memang agak membingungkan karena tidak jelas posisi aset yang paling banyak dimana. Kalau salah dalam meracik, maka pasti selalu undeperform dengan semua benchmarknya,” jelasnya saat dihubungi Bisnis, Kamis (6/5/2021).
Namun, ia menuturkan sejumlah reksa dana campuran memang ada yang telah diatur sedemikian rupa sehingga menegaskan mayoritas aset dasarnya, baik ke saham maupun obligasi. Jemmy melanjutkan, bagi investor yang tertarik untuk masuk pada aset ini, sebaiknya memilih jenis reksa dana campuran yang sudah jelas dominasi aset dasarnya.
Sementara itu, terkait strategi, Jemmy menuturkan pihaknya telah membagi berat aset pada reksa dana campuran, baik pada saham maupun obligasi.
Untuk produk dengan dominasi aset obligasi, Sucorinvest lebih memilih menggunakan Surat Berharga Negara (SBN) sebagai underlyingnya. Hal ini agar return yang didapat lebih maksimal dan mengurangi risiko volatilitas.
Baca Juga
“Tetapi, kalau pasar lagi jelek maka akan diperbanyak bond korporasi dan deposito. Untuk yang aset dominan saham, kami hanya menaikkan dan menurunkan bobot sahamnya saja,” katanya.
Adapun, Sucorinvest memiliki dua produk andalan untuk reksa dana campuran, yakni Sucorinvest Flexi Fund yang memiliki imbal hasil 35,38 persen dalam 1 tahun terakhir dan Sucorinvest Citra Dana Berimbang yang mencatatkan kinerja 74,57 persen selama setahun terakhir.
“Saat ini produk kami lebih overwight di saham dibandingkan dengan bonds,” tambah Jemmy.
Sebelumnya, Head of Market Research Infovesta Utama Wawan Hendrayana mengatakan selama beberapa tahun terakhir memang tak ada pertumbuhan yang signifikan untuk reksa dana campuran, baik dari dana kelolaan maupun produk yang beredar.
Menurutnya, ini berkaitan dengan karakteristik investor di Indonesia yang lebih menyukai produk-produk investasi minim risiko seperti reksa dana pasar uang yang memiliki karakteristik mirip deposito.
Di sisi lain, beberapa tahun belakangan kinerja reksa dana campuran juga dinilai tak sesuai dengan tujuan awal produk tersebut diciptakan.
Wawan menyebut tujuan awal reksa dana campuran adalah memberikan imbal hasil yang lebih tinggi daripada reksa dana pendapatan tetap dan di saat yang sama memiliki risiko lebih rendah dari reksa dana saham.
“Menurut saya problem utama karena kinerja campuran itu di bawah pendapatan tetap yang beberapa tahun ini juara. Jadi secara kinerja tujuan awalnya sulit tercapai, dia banyak tertekan oleh kinerja saham,” ujarnya