Bisnis.com, JAKARTA – Setelah menghijau pada perdagangan kemarin, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada pembukaan perdagangan hari ini, Rabu (27/5/2020), harus tersungkur ke zona merah.
Sampai dengan pukul 09.05 WIB, IHSG terpantau berada pada level 4.597,37, melemah sekitar 0,55 persen dari posisi penutupan perdagangan sebelumnya. Kemarin, IHSG ditutup menguat 1,78 persen ke level 4.626,79.
Dari seluruh emiten yang melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI), 145 emiten mengalami penguatan, dan 104 sisanya melemah. Adapun, 128 lainnya tidak mengalami perubahan.
Meski mayoritas emiten mengalami penguatan, IHSG harus terkoreksi lantaran aksi jual bersih investor asing yang mencapai Rp103,35 miliar di awal sesi perdagangan hari ini.
Investor asing, terpantau banyak keluar dari saham-saham yang justru menjadi pendorong penguatan IHSG pada hari sebelumnya. Saham-saham big caps khususnya perbankan yang jadi penopang justru menjadi penekan.
PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) yang kemarin 4,3 persen, pada awal perdagangan hari ini justru terkoreksi hingga 1,01 persen, ke level Rp24.600 per saham. Jual bersih investor asing mencapai Rp43,98 miliar.
Baca Juga
Saham PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. (BMRI), PT Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk. dan PT Astra International Tbk. juga mencatatkan tren serupa. Ketiganya masuk ke zona merah dan menjadi pemberat IHSG hari ini.
Kinerja IHSG pada hari ini berbeda dengan sejumlah bursa saham Asia lainnya. Berdasarkan data Bloomberg, indeks Asia seperti indeks Topix Jepang, indeks Kospi Korea Selatan, dan indeks Hang Seng Hong Kong seluruhnya melanjutkan penguatan.
Manager Portofolio Senior UBS Private Wealth Katerina Simonetti mengatakan bahwa penguatan yang terjadi dalam beberapa perdagangan terakhir di pasar modal merupakan indikasi bahwa investor semakin optimis terkait pembukaan kembali ekonomi dan pengembangan vaksin Covid-19.
"Kami berharap bahwa pada akhirnya akan mengarah ke normalisasi di pasar tetapi kami harus mengawasi potensi kemunculan kembali kasus-kasus virus baru, seperti potensi penyebaran gelombang kedua," ujar Simonetti seperti dikutip dari Bloomberg, Rabu (27/5/2020).
Namun, Kepala Ekonom dan ahli Strategi Global ADM Investor Services Marc Ostwald melihat narasi pasar yang cenderung menjadi katalis positif, saat ini perlahan sudah mulai bergeser untuk fokus terhadap sentimen negatif.
Investor sekarang mulai menimbang sentimen eskalasi ketegangan dua negara dengan ekonomi terbesar di dunia yang dapat mengancam perdagangan global di tengah periode pemulihan akibat pandemi Covid-19.
“Harapan berkurangnya jumlah negara yang di-lockdown dan optimisme penemuan vaksin yang cenderung dilebih-lebihkan telah diseimbangi dengan meningkatnya ketegangan AS dan China,” papar Ostwald.