Bisnis.com, JAKARTA – Harga minyak naik sekitar 2% setelah penurunan stok minyak mentah AS jauh lebih besar dari perkiraan, sedangkan investor menanti perkembangan terbaru pembicaraan damai perang Ukraina.
Melansir Reuters pada Kamis (21/8/2025) harga minyak berjangka jenis Brent menguat US$1,05 atau 1,6% menjadi US$66,84 per barel. Sementara itu, harga minyak berjangka jenis West Texas Intermediate (WTI) naik 86 sen atau 1,4% menjadi US$63,21 per barel.
Administrasi Informasi Energi AS (EIA) melaporkan persediaan minyak mentah turun 6 juta barel pada pekan yang berakhir 15 Agustus, jauh di atas ekspektasi analis dalam jajak pendapat Reuters yang memperkirakan penurunan 1,8 juta barel, serta lebih besar dari estimasi American Petroleum Institute (API) sebesar 2,4 juta barel.
“Kami melihat penurunan persediaan yang cukup besar. Ekspor meningkat, ditambah permintaan kuat dari kilang, menjadikan laporan ini sangat positif bagi pasar minyak,” ujar John Kilduff, mitra di Again Capital.
Sehari sebelumnya, harga minyak sempat terkoreksi lebih dari 1% dengan WTI ditutup di level terendah sejak 30 Mei, didorong optimisme bahwa kesepakatan damai Rusia–Ukraina semakin dekat.
Namun, analis Ritterbusch and Associates menilai volatilitas harga belakangan ini banyak dipicu oleh perkembangan harian negosiasi Rusia–Ukraina yang bergantian memberi sentimen bearish maupun bullish bagi prospek pasokan minyak.
Baca Juga
Presiden AS Donald Trump mengakui Presiden Rusia Vladimir Putin mungkin tidak ingin mencapai kesepakatan. Rusia merupakan produsen minyak terbesar kedua dunia setelah AS pada 2024, sehingga setiap pelonggaran sanksi berpotensi meningkatkan pasokan minyak Rusia ke pasar global.
Trump juga menegaskan tidak akan mengirim pasukan darat AS ke Ukraina, tetapi membuka opsi dukungan udara sebagai bagian dari potensi kesepakatan.
Di sisi lain, Moskow memperingatkan bahwa upaya menyelesaikan isu keamanan Ukraina tanpa partisipasi Rusia adalah “jalan buntu”. Rusia juga menyatakan akan terus memasok minyak ke India meski mendapat peringatan dari AS, sembari berharap segera digelar pembicaraan trilateral dengan India dan China.
Sebagai respons, Trump mengumumkan tarif tambahan 25% untuk barang ekspor India ke AS mulai 27 Agustus, sebagai hukuman atas pembelian minyak Rusia. Meski begitu, perusahaan minyak negara India, Indian Oil dan Bharat Petroleum, telah kembali membeli minyak Rusia untuk pengiriman September dan Oktober setelah diskon harga melebar.
Kementerian Pertahanan Rusia mengklaim pasukannya berhasil merebut Desa Novoheorhiivka di wilayah Dnipropetrovsk dekat Donetsk.
“Kemungkinan penyelesaian cepat konflik Rusia kini tampak semakin kecil,” kata Daniel Hynes, ahli strategi komoditas senior ANZ.
Dari sisi pasokan, Menteri Luar Negeri Iran menyatakan saat ini belum tepat untuk melanjutkan perundingan nuklir efektif dengan Washington. Iran merupakan produsen minyak terbesar ketiga di OPEC setelah Arab Saudi dan Irak pada 2024, sehingga setiap kesepakatan yang melonggarkan sanksi akan meningkatkan ekspor minyak Negeri Mullah tersebut.
Sementara itu, ekspor minyak mentah Arab Saudi turun pada Juni ke level terendah dalam tiga bulan terakhir, menurut data Joint Organizations Data Initiative (JODI).
Di Eropa, produksi gabungan minyak dan gas Norwegia pada Juli tercatat 3,9% di atas proyeksi resmi, menurut data Norwegian Offshore Directorate (NOD).