Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Asa Penguatan Rupiah kala Dolar Melemah

Penguatan rupiah dinilai ekonom bersifat sementara karena pelaku pasar masih mencermati kebijakan baru Presiden AS Donald Trump.
Annasa Rizki Kamalina,Dionisio Damara Tonce
Rabu, 22 Januari 2025 | 06:03
Karyawan menata uang rupiah di salah satu bank di Jakarta, Kamis (21/11/2024)./JIBI/Bisnis/Arief Hermawan P
Karyawan menata uang rupiah di salah satu bank di Jakarta, Kamis (21/11/2024)./JIBI/Bisnis/Arief Hermawan P

Bisnis.com, JAKARTA – Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) ditutup menguat ke Rp16.343 kemarin. Analis memperkirakan rupiah bakal bergerak fluktuatif tetapi ditutup menguat lagi di rentang Rp16.300 hingga Rp16.370 hari ini, Rabu (22/1/2025).

Mengutip Bloomberg, rupiah menguat 24,50 poin atau 0,15% ke level Rp16.343 per dolar AS pada Selasa (21/1/2025). Adapun, indeks dolar AS ambles 0,80% ke posisi 108,47.

Sementara itu, mata uang lain di Asia juga mayoritas menguat. Ringgit Malaysia naik 0,36%, baht Thailand menguat 0,11%, dan rupee India naik 0,04%. Adapun yen Jepang melemah 0,08% dan yuan China memerah dengan persentase 0,07%. 

Kepala Ekonom PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) David Sumual menyampaikan saat ini rupiah berpeluang untuk menguat di tengah berbagai pihak yang menanti kejelasan kebijakan Trump, salah satunya soal tarif.

"Ini bisa membuka peluang penguatan rupiah paling tidak dalam jangka pendek," ujarnya kepada Bisnis, Selasa (21/1/2025).

Sebelumnya, Trump mengumumkan akan menunda tarif kepada mitra dagangnya yang mengalami surplus. Namun, jeda beberapa jam setelah pernyataannya tersebut, Trump menargetkan pengenaan tarif sebesar 25% terhadap Meksiko dan Kanada yang akan diberlakukan pada 1 Februari 2025 mendatang.

Dengan demikian, tampak Trump akan mengenakan tarif secara bertahap kepada negara-negara-negara yang menjadi targetnya, seperti China. Untuk itu, David melihat setidaknya rupiah akan menguat pada masa-masa tersebut.

"Paling tidak [rupiah menguat] sampai ada kejelasan tentang kebijakan tarif Trump," lanjut David.

Adapun Kepala Ekonom PT Bank Mandiri Tbk. (BMRI) Andry Asmoro menyampaikan bahwa penuruna DXY tersebut menjadi cerminan pasar menunggu rincian kebijakan lebih lanjut terhadap ekonomi Trump.

"⁠Rupiah akan berpotensi menguat, sementara Dolar telah berada di bawah tekanan karena pasar menunggu arah kebijakan lebih lanjut," tuturnya.

Sementara itu, Ekonom Bahana Sekuritas Putera Satria Sambijantoro justru melihat nilai tukar dari negara-negara berkembang masih harus berjuang cukup panjang untuk menghadapi dolar AS di tengah kejelasan arah kebijakan Trump.

Satria memandang volatilitas mata uang negara berkembang ke depan termasuk rupiah, masih akan tetap tinggi sejalan dengan kebijakan menteri keuangan pillhan Trump, yakni Scott Bessent yang berpengalaman dalam perdagangan foreign exchange.

Satria melihat pemerintahan Donald Trump masih akan menggunakan dolar AS sebagai instrumen dari negosiasi termasuk tarif dengan negara-negara yang menjadi mitra dagang.

"Terutama Menkeunya, yang paham betul bagaimana menggunakan mata uang sebagai instrumen untuk negosiasi dan ini berpotensi untuk meningkatkan volatilitas mata uang negara berkembang ke depan, termasuk rupiah. Jadi, istilahnya rupiah is not out of the woods yet," jelas Satria.

Berdasarkan analisisnya—dari DXY, Neraca Pembayaran Indonesia, cadangan devisa, dan lainnya—di tengah volatilitas tersebut, Bank Indonesia (BI) akan melakukan intervensi yang cukup besar pada Januari 2025 untuk menstabilkan rupiah.

Menurutnya, level teknikal di rentang Rp16.400—Rp16.500 per dolar AS menjadi level yang krusial.

"Karena itu merupakan secara teknikal level yang masuk resistance. Jadi saya rasa Bank Indonesia tampaknya akan intervensi jika ada kelemahan level yang mendekati angka tersebut," lanjutnya. 

Direktur PT Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi menyampaikan bahwa spekulasi terkait tarif perdagangan yang lebih tinggi terhadap negara ekonomi utama, terutama China terus mengalami peningkatan. Hal ini tetap terjadi meskipun Trump telah berdialog positif dengan Presiden Tiongkok, Xi Jinping, pekan lalu. 

“Potensi kenaikan tarif ini dapat mengganggu perdagangan global, memicu tindakan balasan dari negara-negara lain, dan berisiko menciptakan perang dagang baru,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Selasa (21/1/2025).

Di sisi lain, Ibrahim menuturkan bahwa China diperkirakan akan memperluas kebijakan stimulus untuk mendukung pertumbuhan ekonomi domestiknya.

Dari domestik, pemerintah optimistis mampu mencapai swasembada pangan dan energi lebih cepat jelang 100 hari masa pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.

Swasembada pangan, yang sebelumnya direncanakan tercapai pada 2029, kini diproyeksikan dapat diwujudkan dalam dua tahun ke depan. Presiden juga optimistis swasembada energi dapat tercapai dalam waktu dekat, dengan target pengurangan ketergantungan impor bahan bakar minyak (BBM) dalam lima tahun mendatang.

Ibrahim pun memperkirakan rupiah bergerak fluktuatif tetapi ditutup menguat lagi di rentang Rp16.300 hingga Rp16.370 hari ini, Rabu (22/1/2025).

Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper