Bisnis.com, JAKARTA — Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) dibuka melemah tipis ke level Rp15.455 pada perdagangan hari ini, Selasa (10/9/2024). Pada saat yang sama dolar AS terpantau menguat.
Berdasarkan data Bloomberg, rupiah dibuka melemah 0,01% atau 1 poin ke level Rp15.455. Sementara itu, Indeks dolar AS terpantau naik 0,14% ke level 101,69.
Bersamaan dengan rupiah, sebagian besar mata uang kawasan Asia pun dibuka melemah. Dolar Singapura misalnya turun 0,08%, Dolar Taiwan melemah 0,20%, dan Won Korea turun 0,26%. Selanjutnya, Yen Jepang susut 0,13%.
Selain itu, Peso Filipina turun 0,12%, diikuti dengan penguatan yuan dan Baht Thailand masing-masing 0,14% dan 0,08%.
Adapun, Ringgit Malaysia mencatatkan penguatan nilai tukar sebesar 0,13% terhadap dolar AS pada pembukaan perdagangan hari ini.
Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS diprediksi fluktuatif namun akan ditutup menguat di rentang Rp15.440—15.550 pada perdagangan Selasa (10/9/2024), seiring dengan optimisme pelaku pasar akan pemotongan suku bunga The Fed 18 September mendatang.
Baca Juga
Pada perdagangan Senin (9/9), rupiah ditutup turun 0,51% atau 78,5 poin ke posisi Rp15.456 per dolar AS. Pada saat yang sama, indeks dolar terpantau menguat 0,39% ke posisi 101,574.
Direktur PT Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaib mengatakan pelemahan rupiah ikut dipengaruhi oleh data ekonomi dari Amerika Serikat serta ekpektasi pemangkasan suku bunga bank sentral The Fed.
Lewat CME FedWatch Tool, ekspektasi pemangkasan suku bunga bank sentral tetap tinggi untuk pemotongan sebesar 25 basis poin (bps).
“Sehingga dolar AS mengalami rebound dan tekanan terhadap rupiah kembali terjadi di awal perdagangan minggu ini,” kata Ibrahim lewat keterangan tertulis, Senin (9/9/2024).
The Fed menaikkan biaya pinjaman dengan cepat pada tahun 2022 dan 2023 dan telah mempertahankan suku bunga kebijakan pada kisaran 5,25%-5,50% selama lebih dari setahun untuk menurunkan inflasi.
Sebagian besar analis memperkirakan The Fed akan tetap mempertahankan penurunan suku bunga sebesar 25 basis poin pada pertemuan bulan September.
Selain itu, pertumbuhan ekonomi Jepang pada kuartal II/2024 juga melambat, hanya tumbuh 2,9% secara tahunan pada kuartal kedua, lebih rendah dari angka awal 3,1% dan perkiraan konsensus 3,2%.
Meski begitu, masih ada kenaikan upah yang mendorong inflasi, sehingga ada potensi Bank sentral Jepang (BoJ) akan menaikkan suku bunga.