Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Jurus Grup Prodia (PRDA) Hadapi Pelemahan Rupiah

Grup Prodia (PRDA) membeberkan strategi hadapi pelemahan rupiah yang menekan industri farmasi.
Grup Prodia (PRDA) membeberkan strategi hadapi pelemahan rupiah yang menekan industri farmasi. JIBI/Himawan L Nugraha. rn
Grup Prodia (PRDA) membeberkan strategi hadapi pelemahan rupiah yang menekan industri farmasi. JIBI/Himawan L Nugraha. rn

Bisnis.com, JAKARTA - Perusahaan manufaktur alat kesehatan PT Prodia Diagnostic Line (Proline), perusahaan terelasi PT Prodia Widyahusada Tbk. (PRDA) membeberkan strategi untuk menghadapi nilai tukar rupiah yang melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) sehingga membebani industri farmasi.

Direktur PT Prodia Diagnostic Line Cristina Sandjaja mengatakan bahwa pelemahan rupiah turut berdampak ke industri farmasi, terutama perusahaan distribusi yang masih bergantung terhadap impor.

"Mengenai pelemahan rupiah, menurut kami hal itu akan sangat berdampak kepada terutama industri distribusi yang masih sangat mengandalkan produk impor untuk didistribusikan di Indonesia," ujar Cristina dalam acara topping off pabrik Proline 2, Selasa (25/6/2024).

Berdasarkan data Bloomberg, Selasa (25/6/2024) nilai tukar rupiah naik tipis 0,12% ke level Rp16.375, sedangkan pada pekan lalu, rupiah sempat terperosok nyaris tembus Rp16.500 per dolar AS. Adapun, Bank Indonesia (BI) masih menahan suku bunga acuan di level 6,25% dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI 20 Juni 2024.

Kendati demikian, dia mengatakan Proline sebagai perusahaan manufaktur memiliki strategi yaitu meningkatkan tingkat kandungan dalam negeri (TKDN) produk alat kesehatan yang diproduksi di pabrik perseroan.

“Karena kami adalah perusahaan manufaktur, memang dampaknya ada, tapi itu hanya terhadap material yang kami beli secara impor dari luar. Dan Proline ini tingkat kandungan lokalnya sudah tinggi, sudah rata-rata di atas 40%," jelasnya.

Perlu diketahui, Proline sebagai bagian dari Grup Prodia tersebut juga telah membangun pabrik baru di Kawasan Industri Jababeka, Cikarang, Jawa Barat. Pembangunan pabrik itu sudah memasuki tahap penyelesaian akhir atau topping off.

Dia mengatakan anggaran belanja modal (capital expenditure/capex) yang digelontorkan untuk pembangunan pabrik tersebut sebesar Rp140 miliar. Sementara itu, jangka waktu pengembalian investasi (payback period) diharapkan tidak lebih dari 5 tahun.

Adapun capex tersebut bersumber dari PT Prodia Utama sebagai pemegang saham perseroan. Secara terperinci, sekitar Rp50 miliar digunakan untuk pembelian bangunan, lalu Rp22 miliar untuk material konstruksi, kemudian sisanya untuk finalisasi saluran produksi termasuk pembelian mesin.

Menurutnya, penambahan pabrik Proline diharapkan dapat memenuhi kebutuhan produk-produk diagnostik dan permintaan In vitro Diagnostic (IVD) di Indonesia dengan standar mutu dan kualitas global. Cristina mengatakan, pabrik baru itu setidaknya cukup untuk mengakomodir kebutuhan produksi hingga 10 tahun ke depan.

Penambahan pabrik baru dengan luas area produksi lebih dari 10.000 m2 akan semakin memperbesar kapasitas produksi reagen kimia rutin dan reagen hematologi. Di pabrik yang kedua ini, Proline akan menambah lini produknya dengan pengembangan berbagai instrumen laboratorium, reagen CLIA (chemiluminescence immunoassay) serta reagan molekular.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Rizqi Rajendra
Editor : Hafiyyan
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper