Bisnis.com, JAKARTA - Nilai tukar rupiah dibuka menguat ke posisi Rp16.405 per dolar AS pada hari ini, Rabu (19/6/2024) setelah libur panjang.
Berdasarkan data Bloomberg, rupiah dibuka naik 0,04% atau 7 poin ke posisi Rp16.405 per dolar AS. Sementara itu indeks dolar terpantau menguat tipis 0,01% ke level 104,887.
Sejumlah mata uang kawasan Asia lainnya bergerak bervariasi terhadap dolar AS. Yen Jepang naik 0,06%, dolar Singapura naik 0,01%, won Korea naik 0,15%, peso Filipina naik 0,04%, rupee India menguat 0,17% dan ringgit Malaysia menguat 0,10%.
Sementara itu, mata uang yang melemah adalah baht Thailand dan yuan China yang masing-masing turun sekitar 0,12% dan 0,03% terhadap dolar AS.
Sebelumnya, Direktur Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi memproyeksikan mata uang rupiah akan bergerak fluktuatif namun ditutup melemah di rentang Rp16.400 - Rp16.470 per dolar AS pada perdagangan hari ini.
Ibrahim mengatakan data pada Kamis menunjukkan bahwa harga produsen AS secara tak terduga turun pada bulan Mei, dengan indeks harga produsen (PPI) utama turun 0,2% bulan lalu setelah naik sebesar 0,5% yang tidak direvisi pada bulan April.
Baca Juga
“Harga inti datar, setelah mengalami kenaikan 0,5% pada bulan sebelumnya. Hal ini terjadi setelah indeks harga konsumen (CPI) AS bulan Mei pada hari Rabu lebih lemah dari perkiraan para ekonom, sehingga mendorong aksi jual tajam pada greenback,” kata dia, dikutip Rabu (19/6/2024).
Jika digabungkan, rilis IHK dan PPI kemungkinan besar Pengeluaran Konsumsi Pribadi (PCE), yang merupakan ukuran inflasi pilihan The Fed, juga akan menunjukkan penurunan tekanan harga. Namun optimisme terhadap pendinginan inflasi tidak cukup untuk menahan dolar melemah.
Sementara itu, di dalam negeri risiko ekonomi global masih cenderung negatif, meskipun ada kemungkinan beberapa kejutan yang positif. Penyebabnya adalah ketegangan geopolitik yang meningkat dapat menyebabkan harga komoditas bergejolak, sedangkan fragmentasi perdagangan lebih lanjut berisiko menyebabkan gangguan tambahan pada jaringan perdagangan.
Di sisi positifnya, inflasi global dapat lebih cepat moderat daripada yang diasumsikan pada baseline, sehingga memungkinkan pelonggaran kebijakan moneter yang lebih cepat. Selain itu, pertumbuhan di Amerika Serikat bisa jadi lebih kuat dari yang diperkirakan.