Bisnis.com, JAKARTA – Nilai tukar rupiah ditutup melemah terhadap dolar AS pada perdagangan hari ini, Kamis (21/8/2025). Pada saat bersamaan, greenback menguat.
Berdasarkan data Bloomberg pukul 15.05 WIB, rupiah terdepresiasi 0,11% menjadi Rp16.289,50 per dolar AS. Sementara itu, indeks dolar AS menguat 0,02% ke posisi 98,23.
Mata uang negara Asia yang juga ditutup melemah terhadap dolar AS pada perdagangan hari ini di antaranya adalah yen Jepang yang terdepresiasi 0,17%, dolar Singapura melemah 0,10%, dolar Taiwan melemah 0,74%, won Korea Selatan melemah 0,08%, peso Filipina terdepresiasi 0,08%, yuan China melemah 0,02%, dan baht Thailand melemah 0,14%.
Sebaliknya, mata uang negara Asia yang menguat terhadap dolar AS antara lain dolar Hongkong menguat 0,02% dan ringgit Malaysia yang terapresiasi 0,11%.
Adapun, pelemahan rupiah terhadap dolar AS hari ini melanjutkan tren pasar. Kemarin, rupiah ditutup melemah 0,16% ke level Rp16.271 per dolar AS. Pada saat yang sama, indeks dolar AS menguat 0,05% ke posisi 98,32.
Menurut laporan Reuters, sejumlah mata uang negara Asia saat ini sedang menghadapi sentimen negatif. Misalnya yuan China yang hari ini terdepresiasi, didorong oleh kondisi penjualan ritel yang hanya naik 3,7% year to date (YtD) per Juli 2025, jauh di bawah proyeksi pertumbuhan 5,9%.
"Sentimen terhadap rupiah Indonesia berbalik negatif setelah sebelumnya positif, sementara posisi short pada dolar Taiwan dipangkas. Bank Indonesia secara mengejutkan memangkas suku bunga acuan 7-day reverse repo sebesar 25 basis poin pada Rabu." tulis Reuters dalam laporannya, Kamis (21/8/2025).
Tidak hanya itu, analis juga mengurangi optimisme mereka terhadap penguatan mata uang rupee India, ringgit Malaysia hingga baht Thailand.
Sementara itu, rupiah dalam sebulan terakhir sudah menguat 0,51%, tetapi terdepresiasi sebesar 4,81% dalam 12 bulan terakhir. Secara historis, rupiah mencapai rekor tertinggi sepanjang masa sebesar Rp17.107 pada April 2025.
"Ke depan, kami memproyeksikan rupiah terhadap dolar Amerika akan berada di level Rp16.300,2 pada akhir kuartal ini, dan Rp16.595,1 dalam satu tahun, menurut model makro global dan ekspektasi analis dari Trading Economics," tulis laporan tersebut.
Sebelumnya, pengamat Mata Uang Ibrahim Assuaibi mengatakan beberapa kebijakan fiskal pemerintah akan mempengaruhi pergerakan rupiah. Dalam RAPBN 2026, pemerintah berencana menarik utang baru senilai Rp781,87 triliun melalui penerbitan SBN dan penarikan pinjaman.
Ibrahim menjelaskan bahwa pembiayaan utang dari SBN direncanakan akan mencapai Rp749,19 triliun, atau naik jika dibandingkan outlook 2025. Kemudian, pembiayaan pinjaman (neto) pada 2026 direncanakan sebesar Rp32,67 triliun, atau turun 74,9% dibandingkan outlook 2025.
Di sisi lain, sentimen global yang mempengaruhi pergerakan rupiah menurut Ibrahim adalah perkembangan konflik antara Rusia-Ukraina. Presiden AS Trump telah berjanji bahwa AS akan membantu menjamin keamanan Ukraina sebagai bagian dari penyelesaian damai.
Selain itu, kebijakan tarif AS juga masih membayang-bayangi pergerakan rupiah. Ibrahim bilang, saat ini pasar sedang mencari kejelasan tentang tarif sekunder 25% dari AS terhadap India.
"Pasar juga khawatir tentang tarif tambahan 25% AS yang dikenakan kepada India atas pembelian minyak Rusia, yang akan berlaku efektif pada 27 Agustus. Penasihat perdagangan Gedung Putih, Peter Navarro, secara eksplisit memperingatkan bahwa India harus menghentikan perdagangan minyak Rusia atau menghadapi konsekuensi lebih lanjut," ujarnya.