Bisnis.com, JAKARTA - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengalami koreksi hingga menyentuh level terendah sepanjang 2024.
Pada perdagangan Rabu, (12/6/2024), IHSG mengalami penurunan 5,5 poin atau 0,08% ke 6.850. Kendati turun tipis, indeks komposit turun ke level terendah di posisi 6.821 selama tahun berjalan.
Penurunan disebabkan oleh 418 saham yang mengalami koreksi dan 224 saham yang stagnan. Di sisi lain, hanya ada 141 saham yang mengalami penguatan. Lesunya pasar pada hari ini membuat investor hanya melakukan 894.943 kali transaksi yang meliputi 19,84 miliar saham.
Sementara itu, nilai transaksi hari ini tercatat mencapai Rp10,39 triliun. Beberapa saham yang melemah di hari ini adalah BMRI yang terkoreksi 3,27%, BBNI 1,12% dan BBCA 0,54%.
Adapun beberapa saham yang menguat adalah ASII 0,235, TLKM 1,39%, dan BBRI 0,23%.
Sentimen negatif yang mendera indeks Harga saham gabungan (IHSG), termasuk outlook underweight Morgan Stanley terhadap pasar saham Indonesia, membuat manajer investasi lebih jeli dalam meracik reksa dana saham.
Baca Juga
Direktur Panin Asset Management Rudiyanto mengatakan outlook underweight Morgan Stanley terhadap pasar saham Indonesia merupakan salah satu gambaran aksi investor asing yang cenderung melakukan aksi jual,terutama sejak April 2024.
Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI), IHSG berada di level 6.855,69 per Selasa (11/6/2024). Investor asing mencatatkan aksi jual bersih (net sell) Rp10,06 triliun sepanjang 2024.
"Morgan Stanley bisa dibilang sebagai salah satu investor asing. Kalau dilihat sebelum ada laporan outlook, sejak April 2024 investor asing sudah melakukan net sell di pasar saham Indonesia," ujarnya saat dihubungi Bisnis, Rabu (12/6/2024).
Menurutnya, penyebab utama investor asing keluar dari pasar saham Indonesia adalah ekspektasi penurunan suku bunga Federal Reserve yang tidak sesuai sesuai harapan di awal tahun 2024. Selain itu, dari dalam negeri, laporan keuangan dari sektor utama seperti perbankan tidak begitu baik pada kuartal I/2024.
Suku bunga The Fed yang tidak kunjung turun juga menyebabkan dolar AS bertahan di level tinggi sehingga menekan nilai tukar rupiah menembus Rp16.000-an. Faktor pelemahan rupiah terhadap dolar AS itu turut menjadi perhatian Morgan Stanley.
"Suku bunga The Fed berpengaruh besar karena dari lokal belum ada sentimen positif yang dapat mengangkat kinerja. Laporan keuangan kuartal II diperkirakan juga masih tidak jauh berbeda dengan kuartal I/2024," imbuhnya.