Bisnis.com, JAKARTA - Harga komoditas batu bara untuk pengiriman musim dingin kembali melemah setelah India meningkatkan impor dari Rusia. Sedangkan, CPO menguat ketika ekspektasi OPEC+ memperdalam pemangkasannya.
Berdasarkan data Bloomberg, batu bara ICE Newcastle kontrak Desember 2023, Januari hingga Maret 2024 pada perdagangan Selasa (28/11/2023) kompak melemah. Pada kontrak pengiriman Januari 2023 di Newcastle, terpantau melemah -0,93% atau -1,20 poin ke level US$127,90 per metrik ton. Adapun, kontrak untuk Desember 2023 ditutup melemah -0,04% atau -0,05 poin ke level US$127,45 per metrik ton. Pelemahan harga batu bara terjadi lebih dalam di pasar Rotterdam, kontrak pengiriman Maret 2024, longsor -4,29% ke level US$106.
Mengutip Reuters, Rabu (29/11/2023,) India disebutkan akan meningkatkan impor batu bara kokas, yakin bahan utama pembuat baja dari Rusia. Hal ini dilakukan seiring dengan menurunnya pasokan dari pemasok utama dari Australia.
Sebelumnya, pada awal bulan ini, Australia telah meyakinkan India pasokan yang stabil untuk komoditas ini. Namun, India ingin berupaya melepaskan ketergantungan keranjang impornya.
Menurut Kpler, India diperkirakan akan mengimpor sekitar 17,78 juta metrik ton batu bara termal pada 2023, turun dari 18,82 juta di bulan Oktober 2023 yang merupakan bulan terkuat sejauh ini pada tahun ini.
Impor dari Indonesia diperkirakan juga menurun menjadi 10,92 juta metrik ton pada November 2023, dari 12,19 juta pada Oktober 2023.
Baca Juga
Di lain sisi, lembaga pemantau energi AS Global Energy Monitor (GEM) menuturkan bahwa di luar China, kurang dari 2 gigawatt (GW) kapasitas pembangkit listrik batu bara baru dibangun dalam tiga kuartal pertama 2023. Angka tersebut jauh di bawah rata-rata tahunan 2015-2022 sebesar 16 GW.
Dengan dimulainya pembicaraan iklim COP28, penurunan konstruksi kapasitas baru menciptakan momentum bagi negara-negara untuk mempertimbangkan kembali proyek-proyek pembangkit listrik tenaga batu bara berkapasitas 110 gigawatt yang masih dalam tahap pertimbangan di seluruh dunia.
Harga Minyak Sawit (CPO)
Harga kontrak acuan crude palm oil (CPO) atau minyak kelapa sawit di bursa derivatif Malaysia pada Februari 2024 menguat 5 poin menjadi 3,896 ringgit per metrik ton. Kemudian, untuk kontrak Desember 2023 melemah -8 poin menjadi 3,758 ringgit per metrik ton.
Harga minyak sawit berjangka Malaysia telah meningkat pada Selasa (28/11) setelah perdagangan terbatas, yang didukung oleh kekuatan minyak nabati saingannya.
Peningkatan tersebut terjadi, meskipun permintaan yang buruk dan ekspektasi penurunan produksi membuat kontrak tersebut mendekati level terendah dalam dua minggu.
Kepala penelitian di Sunvin Group, broker minyak nabati yang berbasis di Mumbai, menuturkan bahwa kontrak telah dibuka lebih tinggi, namun dengan cepat berada di wilayah negatif karena tidak adanya pembelian baru terus merugikan sentimen secara keseluruhan.
Marcello Cultrera dari Apricus yang berbasis di Singapura, menuturkan bahwa perdagangan terbatas dipicu oleh pandangan bahwa produksi dapat turun bulan ke bulan (month-to-month/mtm) sebesar 5% hingga 8%,
Harga minyak mentah juga mengalami kenaikan pada Selasa (28/11) dengan patokan Brent naik di atas US$80 per barel, didukung ekspektasi bahwa OPEC+ akan memperdalam dan memperpanjang pemangkasan, karena kekhawatiran melemahnya permintaan global.
Di lain sisi, Harga minyak mentah berjangka yang lebih kuat membuat kelapa sawit menjadi pilihan yang lebih menarik sebagai bahan baku biodiesel.
Untuk minyak terkait, kontrak minyak kedelai yang paling aktif di Dalian, DBYcv1 naik 1,01%, sementara kontrak minyak kelapa sawit, DCPcv1, naik 0,77%. Harga minyak kedelai di Chicago Board of Trade (CBOT), BOcv1, naik 0,78%.
Berdasarkan data Bloomberg, ringgit Malaysia menguat 0,21% terhadap dolar. Menguatnya ringgit membuat minyak sawit kurang menarik bagi pemegang mata uang asing.