Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Harga Minyak Mentah Menuju Penurunan Mingguan Ketiga Berturut-turut

Harga minyak West Texas Intermediate (WTI) kontrak Desember 2023 menguat 0,40% atau 0,30 poin menjadi US$76.04 per barel, namun melemah sepanjang pekan ini.
Kilang minyak Petroleos de Venezuela SA (PDVSA) Amuay di Kompleks Kilang Paraguana di Punto Fijo, Negara Bagian Falcon, Venezuela, pada hari Sabtu, 19 Agustus 2023./Bloomberg
Kilang minyak Petroleos de Venezuela SA (PDVSA) Amuay di Kompleks Kilang Paraguana di Punto Fijo, Negara Bagian Falcon, Venezuela, pada hari Sabtu, 19 Agustus 2023./Bloomberg

Bisnis.com, JAKARTA - Harga minyak menuju penurunan mingguan ketiga berturut-turut di tengah meningkatnya kekhawatiran terhadap permintaan global dan berkurangnya pelanggaran premi risiko perang. Arab Saudi menyalahkan para spekulan atas penurunan tersebut. 

Berdasarkan data Bloomberg, Jumat (10/11/2023), harga minyak West Texas Intermediate (WTI) kontrak Desember 2023 menguat 0,40% atau 0,30 poin menjadi US$76.04 per barel pada pukul 14.00 WIB. Kemudian, harga minyak Brent kontrak Januari 2024 menguat 0,46% atau 0,37 poin ke US$80,38 per barel.

Minyak mentah WTI telah mendekati US$76 per barel. Kemudian minyak mentah Brent naik di atas US$80 per barel, namun turun sekitar 5% pada minggu ini. 

Harga meningkat pada Kamis (9/11) setelah komentar oleh Menteri Energi Saudi Pangeran Abdulaziz bin Salman yang serupa dengan kritiknya terhadap spekulator pada Mei 2023, beberapa minggu sebelum kerajaan mengurangi produksi

Harga minyak Brent sendiri telah menurun 13% selama tiga minggu terakhir lantaran sinyal permintaan yang bearish dari China, AS, dan Eropa. Sementara itu, aliran minyak dari Timur Tengah tetap tidak terpengaruh oleh perang Israel-Hamas. 

Kemudian, Manajer hedge fund, Pierre Andurand, menyoroti pasokan yang lebih besar dari yang diperkirakan, dengan mengutip produksi tinggi di Amerika Serikat dan Iran yang dapat menjadi pendorong dari penurunan harga minyak yang baru-baru ini terjadi. 

Penurunan yang terjadi saat ini berkebalikan dengan apa yang terjadi pada akhir September 2023, ketika harga Brent mencapai dekat US$100 per barel dan OPEC memproyeksikan  penurunan persediaan yang belum pernah terjadi sebelumnya, di tengah rekor permintaan bahan bakar dan pemangkasan oleh Saudi. 

"Para investor mewaspadai perlambatan ekonomi global yang mungkin akan mengurangi permintaan bahan bakar, dan hal ini sepenuhnya meniadakan ketakutan akan eskalasi konflik di Timur Tengah," jelas analis pasar di Phillip Nova Pte Ltd, Priyanka Sachdeva. 

Adapun, ia juga berpendapat bahwa harga kemungkinan besar akan mendapat dukungan dari berkurangnya suplai dan potensi kemacetan di Teluk Persia.

Diesel, bahan bakar utama yang menggerakkan perekonomian, juga menjadi hambatan terbaru pada minyak, dengan harga minyak berjangka Amerika Serikat (AS) merosot sekitar 8% minggu ini. Hal tersebut kemudian mencerminkan pelemahan di Eropa, di mana penurunan aktivitas industri dan ekonomi di Jerman, Prancis, dan Spanyol telah mendorong penurunan konsumsi bahan bakar yang lebih tajam.

Kemudian, sentimen yang memburuk dengan cepat telah menyebabkan spread WTI berbalik ke struktur contango bearish, di mana arga jangka pendek berada di bawah harga jangka panjang, untuk pertama kalinya sejak bulan Juli 2023. 

Perputaran ini terjadi ketika produksi AS mencapai rekor dan stok di pusat penyimpanan utama negara tersebut turun ke level yang sangat rendah.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper