Bisnis.com, JAKARTA – Harga minyak dunia terpantau menguat tipis di tengah fokus investor pada pembicaraan Amerika Serikat dan Rusia terkait perang di Ukraina.
Melansir Reuters pada Selasa (12/8/2025), harga minyak berjangka jenis Brent naik 4 sen atau 0,06% menjadi US$66,63 per barel. Sementara itu, harga minyak jenis West Texas Intermediate (WTI) AS menguat 8 sen atau 0,13% menjadi US$63,96 per barel.
Pergerakan harga minyak dunia dipengaruhi rencana pertemuan Presiden AS Donald Trump dengan Presiden Rusia Vladimir Putin di Alaska pada 15 Agustus untuk merundingkan penghentian perang di Ukraina.
Pertemuan ini akan berlangsung di tengah meningkatnya tekanan AS terhadap Rusia, termasuk ancaman sanksi yang lebih ketat jika kesepakatan damai tidak tercapai.
Trump pada Senin menegaskan bahwa Ukraina dan Rusia harus bersedia saling menyerahkan wilayah sebagai bagian dari upaya mengakhiri perang, dengan pertemuannya bersama Putin ditujukan untuk mengukur peluang tercapainya kesepakatan.
“Penurunan harga minyak belakangan ini terhenti karena pasar menanti pertemuan penting pada Jumat,” ujar Analis StoneX Alex Hodes.
Baca Juga
Trump sebelumnya memberi tenggat hingga Jumat lalu bagi Rusia—yang menginvasi Ukraina pada Februari 2022—untuk menyetujui perdamaian atau para pembeli minyaknya akan menghadapi sanksi sekunder. Bersamaan dengan itu, Washington juga menekan India untuk mengurangi pembelian minyak Rusia.
Harga minyak sempat tertekan setelah pasar memperkirakan gangguan pasokan lebih rendah, menyusul keputusan AS untuk mengenakan tarif tambahan hanya pada India, bukan semua pembeli minyak Rusia.
UBS bahkan memangkas proyeksi harga Brent akhir tahun menjadi US$62 per barel dari sebelumnya US$68, dengan alasan pasokan dari Amerika Selatan yang lebih tinggi dan produksi yang tetap kuat dari negara-negara yang terkena sanksi.
UBS menambahkan bahwa permintaan India belakangan ini lebih lemah dari perkiraan. Bank tersebut memperkirakan OPEC+ akan menahan kenaikan produksi kecuali terjadi gangguan pasokan besar yang tak terduga.
Menurut survei Reuters, produksi minyak OPEC meningkat pada Juli setelah kesepakatan OPEC+ untuk menaikkan produksi, meski kenaikannya terbatas oleh tambahan pemangkasan dari Irak dan serangan drone di ladang minyak Kurdi.
“Pasar saat ini dihadapkan pada keseimbangan antara OPEC yang tidak menambah produksi sebanyak perkiraan dan kemungkinan tercapainya gencatan senjata di Ukraina yang dapat membuka kembali aliran minyak Rusia. Kondisi ini membuat harga minyak bergerak naik-turun seperti yo-yo,” kata Analis Senior Price Futures Group Phil Flynn.
Di sisi lain, konsorsium yang dipimpin Exxon Mobil memulai produksi minyak mentah empat bulan lebih cepat dari jadwal di fasilitas produksi terapung keempatnya di Guyana.
Sementara itu, data Biro Statistik Nasional China pada Sabtu menunjukkan harga produsen turun lebih dalam dari perkiraan pada Juli.