Bisnis.com, JAKARTA – Keputusan Bank Indonesia (BI) menaikkan suku bunga acuan ke level 6% dinilai akan sedikit menghambat laju penguatan dolar Amerika Serikat. Namun, dalam jangka menengah, pergerakan rupiah menuju Rp16.000 tampaknya sulit dibendung.
Direktur PT Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi memprediksikan pergerakan rupiah ke level Rp16.000 akan sulit terelakkan kecuali jika ada perubahan besar seperti sikap The Fed yang melunak dan perang Israel vs Hamas mulai mereda.
Dia mengatakan bahwa langkah BI untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah kemungkinan hanya akan bertahan dalam jangka pendek, tetapi tidak secara jangka menengah dan panjang.
Menurutnya, memanasnya tensi politik di kawasan Timur Tengah membuat para spekulan menempuh aksi taking profit dari kenaikan dolar AS. Dari dalam negeri, musim politik yang berlangsung saat ini juga menjadi faktor yang akan membuat rupiah melemah.
“Ini harus berhati-hati karena yang dilawan BI adalah para spekulan, pas kebetulan bersamaan dengan tahun politik. Bisa saja rupiah itu ke Rp16.000 karena permainan spekulan yang sedang membutuhkan dana yang cukup besar,” ujar Ibrahim kepada Bisnis, Kamis (19/10/2023).
Pada penutupan hari ini, setelah sempat melemah hingga 130 poin, mata uang rupiah ditutup melemah 85 poin atau 0,54 persen menuju Rp15.815 per dolar AS.
Baca Juga
Ibrahim mengatakan perdagangan hari ini terdapat aksi jual rupiah dalam jumlah besar. Dia menduga penjualan tersebut dilakukan untuk persiapan masa kampanye pemilihan presiden.
“Ada aksi jual rupiah yang begitu besar untuk persiapan pilpres [pemilihan presiden]. Kemudian nanti pada saat harga mungkin di Rp15.600-Rp15.700 bisa saja para spekulan akan membeli dolar AS kembali untuk menuju di Rp16.000,” ujarnya.
Dihubungi terpisah, analis pasar mata uang Lukman Leong mengatakan kenaikan suku bunga BI memang cukup mengejutkan di tengah penurunan inflasi Indonesia.
Lukman menilai langkan menaikkan suku bunga merupakan usaha BI untuk meredam pelemahan rupiah, yang disebabkan oleh penguatan dolar AS akibat sikap agresif The Fed dan melonjaknya permintaan safe haven dari dampak perang Hamas-Israel.
“Hal ini akan menghambat depresiasi rupiah menuju Rp16.000, tetapi dengan perkembangan akhir-akhir ini, penguatan dolar AS terlihat susah dibendung,” pungkasnya.