Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Menaksir Efek Jamu Pahit BI agar Rupiah Kembali Perkasa

Penguatan rupiah secara lebih lanjut hanya berpeluang terjadi ketika sentimen konflik Timur Tengah mereda dan The Fed memilih untuk tidak menaikkan suku bunga.
Karyawati menghitung mata uang Dolar Amerika Serikat di tempat penukaran uang asing di Jakarta, Senin (14/8/2023). Bisnis/Suselo Jati
Karyawati menghitung mata uang Dolar Amerika Serikat di tempat penukaran uang asing di Jakarta, Senin (14/8/2023). Bisnis/Suselo Jati

Bisnis.com, JAKARTA - Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk mengerek suku bunga acuan atau BI 7-Days Reverse Repo Rate (BI-7DRR) sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 6%. 

Langkah tersebut menjadi respons cepat BI dalam memperkuat stabilitas nilai tukar rupiah dari dampak tingginya ketidakpastian global. Pada hari ini, nilai tukar rupiah bahkan sempat menembus level terlemahnya di Rp15.853 per dolar AS. 

Sejumlah pengamat pasar uang pun sepakat bahwa keputusan BI yang akhirnya mengerek suku bunga acuan ke 6% dapat menghambat depresiasi rupiah menuju level Rp16.000. 

Kendati demikian, analis pasar mata uang Lukman Leong beranggapan, memanasnya tensi geopolitik Timur Tengah usai kelompok Hamas melancarkan serangan ke Israel beberapa waktu lalu, serta sikap agresif Federal Reserve (The Fed) yang berencana untuk menaikkan suku bunga acuannya sekali lagi tahun ini membuat penguatan indeks dolar AS sulit untuk dibendung. 

Oleh karenanya, Lukman menilai peluang rupiah melemah ke kisaran Rp16.000 per dolar AS masih terbuka meski BI pada akhirnya memilih untuk menaikkan suku bunga acuan ke level 6%. 

Kondisi ini pun diperkeruh dengan melonjaknya imbal hasil atau yield obligasi AS yang merangkak naik mendekati level 5%. Berdasarkan data Investing, Kamis (19/10/2023) pukul 17.35 WIB, yield obligasi AS tercatat naik hingga 1,04% menuju 4,95. 

Di hubungi terpisah, pengamat pasar uang Ariston Tjendra memperkirakan langkah intervensi BI itu hanya akan sementara menahan pelemahan nilai tukar rupiah di hadapan dolar AS. 

Menurutnya, penguatan rupiah secara lebih lanjut hanya berpeluang terjadi ketika sentimen konflik geopolitik Timur Tengah mulai mereda dan The Fed memilih untuk tidak menaikkan suku bunga acuannya lagi. 

"Memang sedikit membantu bila BI menaikkan suku bunga acuannya ke 6% tetapi situasi eksternal memang tidak mendukung rupiah, nilai tukar mata uang lainnya pun melemah terhadap dolar AS saat ini," jelas dia ketika dihubungi Bisnis, Kamis (19/10/2023). 

Sebagaimana diketahui, BI memutuskan untuk menaikkan suku bunga acuan sebesar 25 bps menjadi 6% pada Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI pada 19 Oktober 2023. Ini menjadi kenaikan pertama suku bunga acuan sejak Januari 2023, setelah BI menahannya pada level 5,75% selama 8 bulan terakhir. 

Dia mengatakan, kenaikan suku bunga acuan ini untuk memperkuat stabilisasi nilai tukar rupiah dari dampak tingginya ketidakpastian global dan sebagai langkah preemptive dan forward looking

Selain itu, kebijakan tersebut juga untuk memitigasi dampak global ke imported inflation sehingga inflasi tetap dapat dijaga pada tingkat 2-4% pada 2023 dan 1,5-3,5% pada 2024.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Farid Firdaus
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper