Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Wall Street Berakhir Merah, The Fed Belum Taklukkan Inflasi AS

S&P 500 menghentikan kenaikan empat hari setelah rilis data inflasi AS. Saham-saham perbankan di Wall Street berkinerja buruk menjelang laporan keuangan.
Karyawan berada di Bursa Efek New York (NYSE) di New York, AS, Senin (27/6/2022). Bloomberg/Michael Nagle
Karyawan berada di Bursa Efek New York (NYSE) di New York, AS, Senin (27/6/2022). Bloomberg/Michael Nagle

Bisnis.com, JAKARTA – Bursa saham Amerika Serikat di Wall Street, New York parkir di zona merah pada perdagangan Kamis (12/10/2023) waktu setempat dan imbal hasil obligasi pemerintah AS naik setelah data inflasi mendukung spekulasi bahwa Federal Reserve belum menyatakan kemenangan atas inflasi.

Berdasarkan data Bloomberg, Jumat (13/10/2023), indeks Dow Jones Industrial Average turun 0,51% atau 173,73 poin ke 33.631,14, S&P 500 tergelincir 0,62% atau 27,34 poin ke 4.349,61, dan Nasdaq melemah 0,63% atau 85,46 poin ke 13.574,22.

S&P 500 menghentikan kenaikan empat hari. Saham-saham perbankan berkinerja buruk menjelang laporan keuangan JPMorgan Chase & Co., Citigroup Inc. dan Wells Fargo & Co. pada Jumat waktu setempat. Harga obligasi turun di seluruh kurva Amerika, dengan tingkat suku bunga 30 tahun melonjak sebanyak 19 basis poin setelah lelang surat berharga menarik permintaan yang lemah.

Indeks dolar AS memperoleh keuntungan terbesar dalam lima minggu. Pasar kontrak berjangka mendorong kemungkinan kenaikan suku bunga The Fed lagi sebesar seperempat poin menjadi sekitar 40%, dari mendekati 30% pada Rabu (11/10/2023).

Indeks harga konsumen inti, yang tidak termasuk biaya pangan dan energi, meningkat 0,3% bulan lalu. Dibandingkan tahun lalu, angka tersebut naik 4,1%, terendah sejak tahun 2021. Para ekonom lebih menyukai ukuran inti sebagai indikator inflasi yang lebih baik daripada CPI secara keseluruhan. Adapun CPI naik 0,4%, didorong oleh biaya energi. Para analis memperkirakan kenaikan bulanan sebesar 0,3%, baik pada pengukuran keseluruhan maupun inti.

“Mengenai bagaimana hal ini akan berdampak pada suku bunga, pada saat ini, ‘lebih tinggi untuk jangka waktu yang lebih lama’ mungkin lebih penting daripada ‘seberapa tinggi?” kata Richard Flynn, direktur pelaksana di Charles Schwab UK.

Menurut Flynn, terlepas dari apakah The Fed memilih untuk menaikkan suku bunga atau tidak, kecil kemungkinannya pasar akan melihat suku bunga turun di bawah tingkat suku bunga selama inflasi terbukti sulit untuk dihentikan.

Meskipun pasar kontrak berjangka terus mengantisipasi poros The Fed untuk menurunkan suku bunga tahun depan, hasil tersebut memiliki peluang yang lebih rendah.

“Intinya: The Fed kemungkinan akan berhenti sejenak pada November, meskipun hal ini sulit dilakukan, dan masih terlalu dini untuk mempertimbangkan pemangkasan suku bunga,” kata Don Rissmiller dari Strategas.

Kendati demikian beberapa analis dan investor tidak menganggap laporan tersebut cukup mengejutkan, terutama setelah sejumlah pejabat The Fed yang berbicara minggu ini mengatakan bahwa penurunan di pasar obligasi mungkin menunda perlunya pengetatan lebih lanjut untuk saat ini.

Gubernur Fed Christopher Waller mengatakan pada Rabu bahwa bank sentral AS dapat mengawasi dan melihat apa yang terjadi sebelum mengambil tindakan lebih lanjut dengan suku bunga ketika pasar keuangan semakin ketat.

Wakil Ketua Philip Jefferson pada Senin mengatakan dia akan tetap mempertimbangkan pengetatan kondisi keuangan melalui imbal hasil obligasi yang lebih tinggi. Sementara itu, Presiden Fed Dallas Lorie Logan mengindikasikan bahwa jika premi risiko di pasar obligasi meningkat, hal tersebut dapat membantu mendinginkan perekonomian AS, sehingga mengurangi kebutuhan akan pengetatan kebijakan moneter tambahan.

“Kami tidak memperkirakan adanya kenaikan lagi. Saya tidak berpikir mereka akan melihat adanya kebutuhan besar untuk menyatakan pendapat dan melakukan pertemuan pada FOMC 1 November,” kata Matt Bush, ekonom AS di Guggenheim Investments.

Selain itu, lanjutnya, pasar akan melihat tanda-tanda perlambatan ekonomi sepanjang kuartal keempat, pasar tenaga kerja yang lebih lemah, dan hal ini akan mengurangi tekanan bagi The Fed untuk menaikkan suku bunga lagi.

Menurut Tiffany Wilding dari Pacific Investment Management Co., data CPI terbaru kemungkinan akan menciptakan kecemasan bagi para pengambil kebijakan The Fed.

“Kami selama ini skeptis bahwa The Fed akan benar-benar mewujudkan kenaikan suku bunga yang diproyeksikan pada paruh kedua tahun 2023 oleh sebagian besar pejabat The Fed, namun saat ini kami condong ke arah mereka untuk menerapkannya meskipun kondisi keuangan sedang mengalami pengetatan baru-baru ini,” jelasnya. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Farid Firdaus
Editor : Farid Firdaus
Sumber : Bloomberg
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper