Bisnis.com, JAKARTA - Citi Indonesia sebagai penjamin pelaksana emisi atau underwriter calon emiten IPO mengungkapkan proyeksi tren penggalangan dana emiten melalui pencatatan saham perdana di Bursa Efek Indonesia (BEI) diperkirakan akan melandai pada semester II/2023.
Head of Corporate and Investment Banking Citi Indonesia Anthonius Sehonamin mengatakan pasar modal Indonesia pada semester II/2023 akan dibayangi oleh sentimen kampanye menjelang Pemilu 2024, sehingga hal itu menjadi pertimbangan investor untuk masuk ke pasar saham.
"Pada semester II/2023 tidaklah mudah, karena selain faktor market, kan Indonesia juga mau memasuki masa pemilu, sehingga para investor terutama yang dari luar negeri masih wait and see. Jadi ekspektasi saya tren IPO pada paruh kedua memang agak turun," ujar Anthonius kepada Bisnis di Hotel Ritz-Carlton, Jakarta, Rabu (9/8/2023).
Terlebih lagi, pada pertengahan tahun ini sudah ada beberapa perusahaan yang menunda pencatatan perdana sahamnya di BEI, seperti PT Pertamina Hulu Energy (PHE), PT Akselerasi Usaha Indonesia Tbk. (AKSL) atau Akseleran, PT Zeus Kimiatama Indonesia Tbk. (ZEUS), dan PT Berkah Mulia Mandiri Tbk. (BITU).
Sementara itu, berdasarkan data BEI hingga 4 Agustus 2023 telah tercatat sebanyak 53 perusahaan yang mencatatkan sahamnya di Bursa dengan total dana yang dihimpun sebesar Rp47,9 triliun. Sedangkan sisanya terdapat 38 perusahaan dalam pipeline pencatatan saham di BEI.
Kendati demikian, sejak tanggal 7 hingga 10 Agustus 2023, terdapat 10 emiten yang mencatatkan sahamnya di BEI, di antaranya yaitu FOLK, HBAT, ERAL, CYBR, PPRI, GRIA, LMAX, HUMI, MUTU, dan MSIE.
Baca Juga
Anthonius mengatakan, emiten-emiten besar yang IPO mayoritas sudah mencatatkan sahamnya pada semester I/2023. Adapun, Citi juga berkontribusi menjadi salah satu koordinator global yang memboyong IPO terbesar PT Trimegah Bangun Persada Tbk. (NCKL), atau Harita Nickel pada 12 April 2023.
Harita Nickel telah berhasil menghimpun dana sebesar US$650 juta atau sekitar Rp9,8 triliun. Transaksi ini adalah IPO terbesar di Asia pada 2023 (year-to-date), serta IPO terbesar di industri logam dan pertambangan di Asia sejak Maret 2011.
“Citi tahun ini sudah memboyong Harita Nickel untuk IPO, jadi untuk paruh kedua 2023 saya rasa belum ada emiten besar lagi yang mau kami boyong untuk IPO karena investor masih wait and see,” katanya.
Meski demikian, menurutnya investor asing masih berminat untuk menanamkan modalnya di pasar saham Indonesia. Hal itu juga tecermin dari aksi beli bersih (net buy) investor asing hingga Rabu, (9/8/2023) yang nilainya tembus Rp25,24 triliun secara ytd.
“Indonesia itu adalah negara yang selalu diminati oleh investor, terutama asing. Tapi biasanya investor-investor asing itu lebih menyukai emiten IPO yang valuenya baik, jadi mereka tetap suka, tapi hanya soal waktu saja,” pungkasnya.