Bisnis.com, JAKARTA – Dianggap memiliki aset menara terbesar di Asia Tenggara, PT Dayamitra Telekomunikasi Tbk. (MTEL) atau Mitratel berpeluang menikmati skala ekonomi yang lebih baik dibandingkan dengan para kompetitornya.
Analis Aldiracita Sekuritas Indonesia Selvi Ocktaviani berpendapat aset menara Mitratel sebanyak 36.439 unit dapat memberikan operational expenditure (opex) yang lebih rendah dari para pemain lainnya.
“Peer terdekat di Indonesia adalah TOWR dengan 29.757 menara. Oleh karena portofolio aset menara yang begitu besar, MTEL dapat menuai keuntungan dari skala ekonomi, yang membantu mengurangi biaya perawatan. Beban pendapatan MTEL per menara/bulan turun dari Rp2,9 juta di 2019 menjadi hanya Rp1,2 juta pada kuartal I 2023, lebih rendah dari perusahaan sejenisnya dengan rata-rata Rp1,55 juta/menara/bulan,” tulisnya dalam riset, Selasa (18/7/2023).
Selvi menambahkan Mitratel memproyeksikan pertumbuhan pendapatan 11 persen pada 2023, sedangkan rekan-rekannya mungkin hanya memberikan pertumbuhan satu digit. Pasalnya, portofolio aset menara MTEL, dengan Telkomsel sebagai anchor tenant dan jangkauan yang luas di luar Jawa mencapai 58 persen dari portofolio akan menarik permintaan kolokasi dari operator telekomunikasi lainnya.
Selain itu, MTEL juga mengambil inisiatif baru untuk mengembangkan Fiber ke Tower (FTTT) dan Power to the Tower (PTTT) untuk mendukung pertumbuhannya. Sebagai anak perusahaan dari Telkom, MTEL memiliki akses ke infrastruktur Telkom. MTEL dapat memasarkan grup Telkom serat optik dengan model bagi hasil 10 persen untuk MTEL dan 90 persen untuk Telkom. Sejak seluruh biaya ditanggung oleh Telkom, bagian MTEL dapat dianggap bersih laba.
Maka itu, Selvi merekomendasikan beli bagi saham MTEL dengan target harga Rp860 per saham.
Baca Juga
Hal senada juga disampaikan oleh analis dari Trimegah Sekuritas Sabrina dan Richard Raymond yang memberikan rekomendasi beli dengan target Rp940 per saham.
“MTEL memiliki pangsa pasar terbesar di antara kompetornya pada kuartal I/2023,” tulis tim riset. Mereka menilai terdapat peluang kolokasi yang lebih banyak sehingga dapat mendorong ekspansi marjin serta peningkatan rasio tenan.
Keduanya memperkirakan MTEL akan memimpin pangsa pasar dan meningkatkan rasio tenan menjadi 1,53 kali pada 2023 dan 1,59 kali pada 2024.
Selain itu MTEL juga memiliki porsi utang dengan floating rate mencapai 61 persen sehingga apabila terjadi penurunan suku bunga sebesar 25 bps bakal meningkatkan laba bersih MTEL setara dengan 1 persen.
“MTEL saat ini diperdagangkan dengan rasio EV/EBITDA 9,7 kali pada 2023, dan lebih rendah dari TOWR 10,1 kali dan TBIG 12,5 kali”. Dengan rekomendasi beli di harga Rp940/saham tersebut maka harga wajar MTEL setara dengan 12.0x EV/EBITDA untuk tahun 2024 menurut Trimegah.