Bisnis.com, JAKARTA - Lo Kheng Hong mengungkapkan pengalamannya yang sudah beberapa kali membeli saham murah dan menjualnya di harga tinggi. Penjualan dilakukan secara bertahap untuk menghindari auto reject bawah (ARB) saham perusahaan tersebut.
Lo Kheng Hong bercerita pada 2016, dirinya membeli saham PT Indika Energy Tbk. (INDY) pada harga sekitar Rp100. Padahal, kata dia, nilai buku per saham INDY saat itu adalah Rp1.100.
"Memang waktu itu INDY tambang batu bara terbesar di Indonesia. Harga batu bara waktu itu US$50 per ton. Tapi saya tahu batu bara itu komoditas, hari ini suram, besok bisa cemerlang," ujar Lo Kheng Hong dalam kanal YouTube Intiland Development berjudul Exclusive Talkshow "Warren Buffett Wisdom" by Lo Kheng Hong, dikutip Sabtu (24/6/2023).
Lo Kheng Hong menuturkan proses membeli saham INDY pelan-pelan, hingga bisa menjadi pemegang saham terbesar nomor 4 di INDY. Lalu, dua tahun kemudian harga batu bara yang suram menjadi naik dan harga saham INDY ikut naik ke level Rp4.000.
"Saya jual saham yang harganya Rp4.000 lebih itu. Jadi kapan sebaiknya kita menjual? Saya kan beli Mercy harga bajai, ketika si bajai itu kembali jadi Mercy, kita jual," ucapnya.
Lo Kheng Hong pun menjual sahamnya di INDY secara bertahap karena memiliki jumlah saham yang besar. Hal ini dilakukan untuk menghindari auto reject bawah (ARB) saham INDY, sekaligus agar bisa mendapatkan harga terbaik.
Baca Juga
Adapun menurutnya wonderful company adalah perusahaan yang memiliki cuan besar dan terus tumbuh. Menurutnya, terdapat dua sektor yang memiliki potensi cuan banyak, yakni perbankan dan batu bara.
Meski demikian, tidak semua perusahaan dalam portofolio Lo Kheng Hong mencetak laba bersih. Saat ini Lo Kheng Hong diketahui menggenggam dua saham yang mencatatkan rugi, yakni PT Gajah Tunggal Tbk. (GJTL) dan PT Intiland Development Tbk. (DILD).
Proses pembelian saham perusahaan yang mengalami kerugian ini juga dilakukan Lo Kheng Hong saat membeli INDY dahulu.
"Saya beli DILD ketika rugi. Ketika saya bertanya, berapa nilai proyek intiland di 56 proyeknya, DILD bilang Rp20 triliun. Market cap-nya Rp1,5 triliun, semua proyeknya Rp20 triliun, itu kan Mercy harga Bajai," ujarnya.
Dia pun mengungkapkan mengenai alasannya menjadikan CEO Berkshire Hathaway Inc. Warren Buffett sebagai panutan dalam berinvestasi dibandingkan investor kawakan lainnya.
Lo Kheng Hong menuturkan Warren Buffett memiliki kekayaan yang menembus US$100 miliar atau setara Rp1.500 triliun hanya dengan berinvestasi di bursa saham.
"Kenapa bukan George Soros? Dia seorang spekulan valuta asing yang membobolkan Bank of England," kata Lo Kheng Hong.
Lo Kheng Hong melanjutkan, George Soros juga membuat krisis di tahun 1997 di Asia Tenggara dengan spekulasi valuta asingnya. Spekulasi tersebut menurutnya dimulai dari Thailand, hingga ke Indonesia, yang menyusahkan ratusan juta masyarakat. Karena hal tersebut, George Sorong tidak menjadi panutan Lo Kheng Hong.
Sementara itu, Peter Lynch yang merupakan fund manager yang sangat berprestasi menurut Lo Kheng Hong saat ini hilang dari publik. Banyak orang yang menafsirkan kekayaan Peter Lynch hanya US$450 juta.
Jadi, kata Lo Kheng Hong, lebih baik menjadikan Warren Buffett yang memiliki kekayaan US$100 miliar sebagai model dalam berinvestasi.
"Dia hanya berinvestasi di bursa saham. Jarang sekali ada orang yang berani membeli saham. Seorang investor saham itu profesi yang sangat langka," ucapnya.
Bahkan, menurut Lo Kheng Hong orang-orang yang memiliki perusahaan sekuritas sekalipun melakukan investasi di instrumen properti, bukan di saham.
"Bapak ibu bisa cek orang-orang yang punya perusahaan sekuritas, periksa hartanya ada di mana, mayoritas uangnya di properti semua, enggak di saham. Pemilik-pemilik perusahaan sekuritas, aset manajemen, uangnya dibelikan properti, bukan saham karena cari aman, cuannya besar, risiko rendah," tuturnya.