Bisnis.com, JAKARTA – Bursa saham Amerika Serikat di Wall Street, New York berakhir menguat pada perdagangan Kamis (22/6/2023) waktu setempat setelah Bank Sentral Federal Reserve memperingatkan tentang potensi kenaikan suku bunga lebih lanjut.
Berdasarkan data Bloomberg, Jumat (23/6/2023), indeks Dow Jones Indutrial Average ditutup turun tipis 0,01 persen atau 4,81 poin ke 33.946,71, S&P 500 menguat 0,37 persen atau 16,20 poin ke 4.381,89, dan Nasdaq naik 0,95 persen atau 128,41 poin ke 13.630,61.
Imbal hasil obligasi pemerintah AS tenor dua tahun mencapai level tertinggi sejak Maret 2023 karena Ketua The Fed Jerome Powell mengatakan AS mungkin memerlukan satu atau dua kenaikan suku bunga lagi pada tahun 2023. Bank of England juga memperingatkan mungkin harus menaikkan lagi suku bunga setelah memberikan dorongan setengah poin.
Pasar saham berjuang untuk mendapatkan arah di sebagian besar sesi perdagangan, dengan S&P 500 ditutup menguat setelah penurunan tiga hari. Reli baru di saham-saham berkapitalisasi pasar besar seperti Amazon.com Inc., Apple Inc. dan Microsoft Corp. memicu rebound, dengan Nasdaq 100 naik lebih dari 1 persen. Saat pasar saham memperoleh daya tarik, pengukur volatilitas favorit Wall Street, VIX, merosot di bawah 13 ke level terendah sejak Januari 2020.
“Kita telah melihat bank sentral berkata: 'Oh, kami belum melakukan cukup.' Mereka mengira pada awal tahun telah melakukannya, dan semua orang mengira kita akan mengalami resesi, dan sekarang yang terlihat adalah datanya menjauh dari itu,” kata Phillip Colmar, ahli strategi global MRB Partners.
Colmar menilai jika tidak berada dalam resesi, sangat sulit juga untuk menurunkan inflasi inti karena pembuat kebijakan perlu melemahkan sektor ketenagakerjaan untuk melakukannya.
Baca Juga
Kepala strategi pasar global Invesco Kristina Hooper berpendapat jika Federal Reserve melakukan pengetatan dua kali lagi tahun ini, hal itu berisiko mengirim ekonomi ke dalam resesi yang signifikan.
Menurut Marko Kolanovic dari JPMorgan Chase & Co. pasar saham AS menghadapi paruh kedua tahun ini yang penuh gejolak karena dampak pengetatan moneter yang agresif oleh Fed mengejar perekonomian.
“Dalam ekuitas, tidak adanya pelonggaran Fed pre-emptive – vs. Fed dots yang menyiratkan dua kenaikan lagi pada akhir tahun – kami memprediksi latar belakang makro yang lebih menantang untuk saham di semester II, dengan tren konsumen yang melemah pada saat ekuitas telah dinilai ulang secara tajam,” kata Kolanovic.
Ketika pasar AS menyerbu ke wilayah bull pada Juni, investor belum mengharapkan reli secara massal.
Sudah ada tanda-tanda keyakinan rendah dalam reli 14 persen S&P 500 tahun ini, dengan indeks akan mengakhiri rekor kemenangan mingguan terpanjang sejak 2021. Survei terbaru Bank of America Corp. masih underweight untuk ekuitas AS, meskipun baru-baru ini ada perbaikan dalam alokasi.