Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Apotek Kimia Farma Kedatangan Investor Baru, Laba KAEF Malah Tergerus

PT Kimia Farma Tbk. (KAEF) mencatatkan penurunan laba bersih hingga 93 persen karena masuknya investor baru menggerus kontribusi dari anak usaha apotek.
PT Kimia Farma Tbk. (KAEF) mencatatkan penurunan laba bersih hingga 93 persen karena masuknya investor baru menggerus kontribusi dari anak usaha apotek. /Bisnis-Noli Hendra
PT Kimia Farma Tbk. (KAEF) mencatatkan penurunan laba bersih hingga 93 persen karena masuknya investor baru menggerus kontribusi dari anak usaha apotek. /Bisnis-Noli Hendra

Bisnis.com, JAKARTA - Emiten BUMN farmasi, PT Kimia Farma Tbk. (KAEF) mencatatkan penurunan laba bersih hingga 93 persen karena masuknya investor baru menggerus kontribusi dari anak usaha apoteknya.

Kimia Farma membukukan jumlah laba tahun berjalan yang dapat didistribusikan kepada pemilik entitas induk hanya Rp386,49 juta turun 93 persen dibandingkan dengan Rp5,7 miliar pada periode yang sama tahun lalu.

Adapun, laba kepentingan non pengendali tercatat tumbuh drastis menjadi Rp24,24 miliar pada kuartal I tahun 2023 berbanding dengan rugi Rp3,18 miliar pada periode yang sama tahun lalu. 

Kimia Farma membukukan pertumbuhan penjualan 1,9 persen menjadi Rp2,3 triliun pada kuartal I/2023. Kinerja positif ini sejalan meningkatnya pendapatan baik dari pasar domestik maupun ekspor. 

Direktur Keuangan Kimia Farma Lina Sari menerangkan sebenarnya kinerja Kimia Farma jauh meningkat dibandingkan dengan kuartal I/2022 untuk laba bersih sebelum dipisah antara entitas induk dan nonpengendali.

"Karena di akhir 2022 saham KFA dimiliki oleh investor baru Indonesia Innvestment Authority [INA] dan Silk Road Fund [SRF], maka bagian laba bersih yang diatribusikan ke pengendali jadi berkurang," jelasnya kepada Bisnis, Rabu (3/5/2023).

Dia menegaskan jika dibandingkan dengan posisi Desember 2022, kinerja KAEF sebenarnya semakin membaik. INA dan SRF mengambil bagian dalam aksi penambahan modal dengan hak memesan efek terlebih dahulu (HMETD) atau rights issue sebesar Rp333,23 miliar dalam bentuk penerbitan obligasi wajib konversi (OWK) dari KAEF.

INA dan SRF merupakan investor strategis KAEF dan KFA dengan mengambil bagian atas penerbitan OWK KAEF dan mengambil bagian 40 persen saham pada anak perusahaannya, KFA.

Jika menilik laporan keuangannya lebih jauh, PT Kimia Farma Apotek (KFA) mencatatkan laba periode berjalan bagi kepentingan nonpengendali tertinggi dengan mengambil Rp22,56 miliar dari total laba bagi kepentingan nonpengendali sebesar Rp24,24 miliar. Nilai ini jelas belum ada pada kuartal yang sama tahun lalu sebelum terjadi pencaplokan sebagian saham oleh INA dan SRF.

Hal ini yang menyebabkan grup farmasi dengan jaringan apotek terbesar ini bakal fokus meningkatkan pendapatan dari produk unggulan, meningkatkan ekspor serta fokus kepada operasional sempurna dengan jalur menuju profitabilitas.

KAEF bakal mengejar profitabilitas melalui penjualan produknya, bukan lagi hanya mengandalkan melalui pendapatan apoteknya yang menjual beragam jenis obat.

Direktur Utama Kimia Farma David Utama menyampaikan keputusan KAEF menerapkan perbaikan berusaha profit dengan menurunkan beban pokok penjualan secara tahunan pada kuartal I/2023 menjadi Rp1,44 triliun. 

Dengan demikian, Kimia Farma mampu membukukan pertumbuhan laba kotor 14 persen menjadi Rp858,58 miliar. Dia melanjutkan kenaikan pendapatan diperoleh dari perbaikan portofolio penjualan produk dengan margin tinggi yaitu produk etikal.  

Jika dibandingkan dengan posisi akhir tahun 2022, KAEF membukukan rugi sebesar Rp170,04 miliar sepanjang 2022, dari laba sebesar Rp302,27 miliar yang diperoleh pada 2021. 

Kinerja negatif bottom line Kimia Farma dipicu oleh penurunan signifikan pada penjualan bersih anak usaha PT Bio Farma (Persero) tersebut. Pada 2022, KAEF hanya mengantongi penjualan sebesar Rp9,60 triliun, turun 25,28 persen dibandingkan dengan 2021 sebesar Rp12,85 triliun. 

Penjualan ekspor dan domestik kompak turun pada 2022. KAEF melaporkan penjualan di dalam negeri turun 25,15 persen year-on-year (YoY) menjadi Rp9,47 triliun. Sementara itu, penjualan ekspor turun 33,46 persen YoY dari Rp200,35 miliar menjadi Rp133,30 miliar. 

Jika ditelusuri berdasarkan jenis produknya, penjualan obat generik yang turun drastis menjadi pemicu kontraksi pendapatan KAEF. Pemasukan dari obat generik selama 2022 tercatat hanya sebesar Rp864,52 miliar, padahal pada 2021 mencapai Rp2,11 triliun. Artinya, terdapat penurunan hingga 59,10 persen. 

Terlepas dari rugi yang dibukukan, David melihat prospek industri farmasi dan layanan kesehatan pada 2023 masih mengalami pertumbuhan, mengingat kesehatan merupakan salah satu faktor utama yang menjadi perhatian seluruh pihak. 

Pada awal 2023, KAEF telah melakukan beberapa strategi untuk meningkatkan kinerja antara lain aktivitas marketing yang masif dan penetrasi pasar. Selain itu, KAEF juga telah melakukan nondeal roadshow (NDR) dengan para investor untuk mendapatkan bisnis baru yang akan dikembangkan di tahun ini.  

KAEF, lanjutnya, terus melakukan pembenahan di sektor layanan kesehatan dan ritel farmasi meningkatkan kualitas dan jangkauan layanan kesehatan kepada masyarakat, salah satunya dengan aliansi strategis bersama mitra strategis yang memiliki jaringan global, yaitu Parkway Pantai Group. 

Untuk mempermudah memperoleh akses produk dan layanan kesehatan, KAEF juga telah memiliki suatu aplikasi yaitu Kimia Farma Mobile (KF Mobile) yang dapat diakses oleh seluruh masyarakat.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Hafiyyan
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper