Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Mata Uang Asia Berguguran, Rupiah Ambruk hingga 1 Persen Rp15.056

Rupiah terpantau melemah paling dalam kedua di Asia, sebesar 1,09 persen atau 162,5 poin ke Rp15.056 per dolar AS pada awal perdagangan.
Karyawati menghitung uang rupiah di salah satu kantor cabang PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. di Jakarta, Selasa (16/8/2022). Bisnis/Arief Hermawan P
Karyawati menghitung uang rupiah di salah satu kantor cabang PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. di Jakarta, Selasa (16/8/2022). Bisnis/Arief Hermawan P

Bisnis.com, JAKARTA – Nilai tukar rupiah kembali melemah ke Rp15.000 per dolar AS pada perdagangan Senin (6/2/2023).

Mengutip data Bloomberg, pukul 09.05 WIB, nilai tukar rupiah terpantau melemah paling dalam kedua di Asia, sebesar 1,09 persen atau 162,5 poin ke Rp15.056 per dolar AS. Sementara itu, indeks dolar AS terpantau menguat 0,24 persen ke 103,16.

Bersama dengan rupiah, mata uang lainnya di Asia juga mengalami pelemahan seperti won Korea Selatan yang memimpin pelemahan hingga 1,32 persen, peso Filipina melemah 1,02 persen, dan yen Jepang melemah 0,87 persen.

Analis MIFX Faisyal mengatakan AS merilis jumlah tenaga kerja penerima upah dari sektor nonfarm AS naik menjadi 517.000, jauh di atas bulan sebelumnya yaitu 260.000.

"Hal ini menopang naiknya dolar AS, seiring ekspektasi kembali akan pulihnya ekonomi di AS," jelasnya dalam riset harian, Senin (6/2/2023).

Dia menjelaskan, data ekonomi AS yang membaik tersebut membantu minat beli pasar terhadap dolar AS, walau ada rencana Federal Reserve untuk tidak menaikkan suku bunga lebih tinggi lagi sempat mendorong mata uang yang melawan dolar AS bergerak di zona hijau.

Selain itu, Tim Analis Indo Premier Sekuritas mengatakan, membaiknya laporan ketenagakerjaan AS memicu kekhawatiran investor terkait kebijakan suku bunga The Fed yang akan kembali agresif.

"Kekhawatiran tersebut mendorong kenaikan imbal hasil obligasi 10 tahun Amerika hingga mencapai 3,5 persen atau naik sebesar 12 bps," ungkapnya.

Melemahnya indeks di bursa Wall Street seiring munculnya kembali kekhawatiran bahwa The Fed masih akan terus menaikan suku bunga, pasca solidnya data nonfarm payroll Januari diprediksi akan menjadi sentimen negatif di pasar.

Di sisi lain, dari sisi domestik masih ada dukungan bagi pasar daru ekspektasi pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2022 akan mencapai 5,30 persen atau 4,96 persen pada kuartal IV/2022.

"Laporan tersebut diprediksi akan menajdi sentimen positif untuk pasar domestik dan indeks harga saham gabungan [IHSG]," jelas analis Indo Premier Sekuritas.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Mutiara Nabila
Editor : Farid Firdaus
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper