Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ditemani Yuan dan Won, Rupiah Dibuka Melemah terhadap Dolar AS Hari Ini

Nilai tukar rupiah dibuka melemah dengan turun 0,21 persen di posisi Rp15.604 per dolar AS. pelemahan terjadi seiring Won Korea dan Yuan China yang juga koreksi
Pegawai merapikan uang Rupiah di kantor cabang BNI, Jakarta, Rabu (28/9/2022). Bisnis/Himawan L Nugraha
Pegawai merapikan uang Rupiah di kantor cabang BNI, Jakarta, Rabu (28/9/2022). Bisnis/Himawan L Nugraha

Bisnis.com, JAKARTA — Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) dibuka melemah pada perdagangan Selasa (3/1/2023) di tengah pergerakan variatif mata uang Asia lainnya setelah libur Tahun Baru. Yuan dan Won melemah, sementara Yen dan Baht menguat.

Berdasarkan data Bloomberg pada pukul 09.05 WIB, nilai tukar rupiah dibuka melemah 32 poin atau turun 0,21 persen sehingga berada di posisi Rp15.604 per dolar AS. Sementara itu, Indeks dolar AS terpantau menguat 0,27 persen atau naik 0,28 poin ke posisi 103,51 pada pukul 09.03 WIB.

Mata uang di kawasan Asia terpantau bergerak variatif. Yen Jepang terpantau menguat terhadap dolar AS dengan kenaikan 0,5 persen. Kemudian disusul baht Thailand menguat 0,27 persen.

Di sisi lain, pelemahan terdalam terjadi pada won Korea Selatan sebesar 0,34 persen. Kemudian disusul oleh yuan China yang melemah 0,28 persen.

Direktur PT Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi mengatakan dolar AS sejatinya telah melemah dalam beberapa bulan terakhir setelah data menunjukkan inflasi AS kemungkinan telah mencapai puncaknya. Hal tersebut diperkirakan akan mengundang laju kenaikan suku bunga The Fed yang lebih lambat.

Sementara itu, bank sentral telah menaikkan suku bunga dengan relatif lebih kecil, yakni 50 basis poin pada Desember. The Fed diperkirakan akan menaikkan suku bunga sebesar 25 bps pada Februari.

Dari dalam negeri, Ibrahim menuturkan para ekonom memprediksi ekonomi Indonesia tumbuh dalam kisaran 4,5 sampai 5 persen pada 2023. Angka pertumbuhan tersebut berpotensi dicapai meskipun ekonomi negara-negara barat seperti Amerika Serikat dan Uni Eropa akan menjadi rentan akibat lonjakan inflasi dan pengetatan moneter.

"Namun, China yang menjadi mitra dagang terbesar banyak negara termasuk Indonesia, menunjukkan indikasi perbaikan, sejalan dengan semakin terkendalinya penyebaran Covid-19," ucapnya dalam riset, Senin (2/1/2023).

Begitu juga dengan inflasi global pada 2023 yang masih berpotensi meningkat. Tingkat inflasi diprediksi lebih rendah dibandingkan 2022 dan tidak banyak mengganggu tingkat konsumsi secara agregat.

Sedangkan dampak dari inflasi global masih akan menekan daya beli masyarakat berpendapatan rendah, dan kemungkinan juga masih menahan pemulihan mobilitas jarak jauh.

Selain itu, pengetatan moneter diprediksi lebih terbatas karena berkurangnya tekanan inflasi global dan domestik. Investasi pun diprediksi akan kembali menjadi penyumbang kedua terbesar pertumbuhan ekonomi pada 2023.

Adapun untuk perdagangan hari ini, mata uang rupiah kemungkinan dibuka berfluktuatif, tetapi ditutup melemah di rentang Rp15.550—Rp15.630.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper